BAB
I
PENDAHULUAN
Secara
teoritis, kriopreservasi berasal dari kata krio yang berarti beku, dan
preservasi yang berarti penyimpanan pada temperatur rendah. Jadi Kriopreservasi
adalah teknik penyimpanan materi genetik dalam keadaan beku pada temperatur rendah
atau suatu teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan dan materi genetika lainnya
(termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas
metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam sel, fungsi fisiologi,
biologi, dan morfologi (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Tujuan
utama dari teknik ini adalah untuk menyimpan, memelihara, dan menjamin
kelangsungan hidup suatu materi genetik. Hal ini berarti bahwa penyimpanan sel
gamet (plasma germinal) dengan menggunakan teknik kriopreservasi diharapkan
dapat mempertahankan daya hidupnya dan fungsi sel gamet baik secara imunologis,
biologis dan fisiologis (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Beberapa
prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik
kriopreservasi, yaitu: (1) Apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam
sel) akan terjadi kekeringan yang menyebabkan kerusakan pada sel, dan (2)
Apabila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat
merusak sel, jaringan dan materi genetik ternak lainnya. Dengan demikian perlu
diperhatikan proses pemindahan air pada dehidrasi sebelum deep freezing maupun
rehidrasi setelah thawing (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Penyimpanan
sel gamet dengan teknik kriopreservasi memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun
keuntungannya adalah dapat disimpan dalam waktu tidak terbatas, media tempat
penyimpanan (container) tetap terisi N2 cair, dapat dikoleksi setiap saat,
dapat digunakan kapan saja bila dibutuhkan, untuk melestarikan plasma nutfah
dan tidak perlu mengimpor dan dapat memelihara ternak yang memiliki genetik
tunggal. Sedangkan kerugiannya adalah biaya operasional sangat mahal, memiliki
kemampuan yang tinggi, sel gamet yang dihasilkan berkualitas baik dan layak
disimpan dalam keadaan beku (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Berdasarkan
kejadiannya secara fisik, teknik kriopreservasi dapat dibedakan menjadi dua
metode yaitu metode konvensional dan vitrifikasi (Rall dan Fahy, 1985; Niemann,
1991; Suprianata dan Pasaribu, 1992). Metode konvensional merupakan pembawa
materi genetik ternak (sel gamet) yang disimpan pada suhu dibawah 0OC dan
disertai pembentukan kristal-kristal es. Pembentukan kristal-kristal es dimulai
pada bagian ekstraseluler yang mengakibatnya terjadi dehidrasi sehingga
menimbulkan kekeringan yang sangat besar dan kerusakan organel-organel
intraseluler seperti mitokondria, lisosom dan sebaliknya. Teknik vitrifikasi
adalah proses fisik berupa pemadatan medium krioprotektan berkonsentrasi tinggi
selama pendinginan tanpa disertai pembentukan kristal-kristal es. Dalam keadaan
padat distribusi ion-ion dan molekul tetap seperti dalam fase cair (Rall,
1992).
Medium yang digunakan memiliki tiga sifat umum, yaitu larutan yang mengandung krioprotektan intraseluler dengan konsentrasi tinggi, larutan yang membutuhkan garam-garam fisiologis dan mengandung makromolekul untuk meningkatkan kemampuan larutan dan proses supercooling (Niemann, 1991). Teknik ini memiliki kelebihan yaitu sederhana, dapat diandalkan, relatif mudah untuk diaplikasikan dilapangan dan tidak memerlukan alat khusus (Rall, 1992).
Medium yang digunakan memiliki tiga sifat umum, yaitu larutan yang mengandung krioprotektan intraseluler dengan konsentrasi tinggi, larutan yang membutuhkan garam-garam fisiologis dan mengandung makromolekul untuk meningkatkan kemampuan larutan dan proses supercooling (Niemann, 1991). Teknik ini memiliki kelebihan yaitu sederhana, dapat diandalkan, relatif mudah untuk diaplikasikan dilapangan dan tidak memerlukan alat khusus (Rall, 1992).
Berikut
ini merupakan salah satu contoh penyimpanan sel spermatozoa dengan metode
konvensional.Pertama-tama yang perlu dilakukan dalam koleksi spermatozoa dari
ternak jantan antara lain massase, menggunakan vagina buatan dan elektro
ejakulator. Segera setelah koleksi, spermatozoa dievaluasi secara makroskopik
(volume, warna, kekentalan, dan pH) dan secara mikroskopik (gerakan massa,
konsentrasi, presentase abnormalitas, presentase hidup, persentase
abnormalitas, persentase akrosom dan presentase membran plasma utuh).
Persyaratan umum spermatozoa yang akan dibekukan minimal persentase motilitas
70%, konsentrasi 2 x 109 sel / ml, gerakan massa ++ / +++, persentase hidup
minimal 80% dan persentase abnormal tidak lebih dari 15%. Apabila spermatozoa
yang memenuhi persyaratan, maka langsung dilakukan proses pengenceran.
Pengeceran merupakan proses untuk memperbanyak volume spermatozoa serta untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan kimia sperma selama proses penyimpanan.
Pengemasan
dilakukan dengan menggunakan straw. Ukuran straw bevariasi ada yang 0.25 cc,
0.50 cc dan bahkan ada 1 cc. Kemudian dilakukan ekuilibrasi dengan tujuan agar
spermatozoa dapat menyesuaikan diri dengan pengencer, sehingga pada waktu
proses pembekuan kematian spermatozoa yang berlebihan dapat dihindarkan.
Berikut adalah pembekuan dengan proses penguapan di atas N2 cair selama 10 - 15
menit, kemudian disimpan dalam kontainer yang mengandung N2 cair. Proses
thawing dapat dilakukan kapan saja apabila diperlukan. Spermatozoa yang telah
dibekukan minimal memiliki motilitas 40% (standar baku) setelah thawing.
BAB
II
PEMBAHASAN
Criopreservasi
embrio
kriopreservasi
embrio adalah
suatu proses penghentian untuk sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, dimana proses hidup dapat
berlanjut setelah pembekuan dihentikan.
Pembekuan embrio mamalia pertama
kali dilaporkan oleh Witting (1971) yang melakukan pembekuan terhadap embrio
mencit. Mencit putih (Mus musculus albinus) merupakan salah satu hewan
percobaan yang banyak digunakan sebagai model bagi penelitian mamalia
lainnya.Hewan ini memiliki beberapa keistimewaan antara lain, umur relatif
pendek, daya reproduksi dan angka kelahiran tinggi, interval antar generasi
relatif pendek, memiliki siklus estrus yang pendek dengan karakteristik setiap
fase siklus yang jelas
Keberhasilan pembekuan embrio
tergantung dari jenis embrio melalui upaya manipulasi media (krioprotektan), percepatan derajat
pendinginan, pengaturan suhu selama pemaparan, pendinginan, penyimpanan, dan pencairan. Dalam penyedian krioprotektan yang
harus diperhatikan adalah faktor konsentrasi.
Embrio yang telah dibekukan dapat
ditumbuh kembangkan kembali secara in vitro melalui metode kultur atau
secara in vivo melalui metode transfer embrio
Media kultur In vitro
merupakan media tumbuh yang dibuat untuk mendapatkan lingkungan yang menyerupai
lingkungan alami di dalam saluran reproduksi. Untuk menciptakan kondisi yang
mirip dengan lingkungan saluran reproduksi, embrio dikultur dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 derajat
Celcius. Inkubator dengan CO2 5% digunakan untuk menjaga pH media kultur.
Criopreservasi Oosit
Oosit
merupakan sel gamet betina yang merupakan dasar terjadinya
proses reproduksi. Pembekuan oosit merupakan salah satu tantangan besar
dalam teknologi criopreservasi sel
gamet. Jenis crioprotectan telah diteliti sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas hasil pembekuan oosit maupun embrio. Ada
tiga jenis crioprotectan yang digunakan yaitu gliserol, pronanadiol
dan DMSO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa propanediol merupakan
bahan crioprotectan terbaik untuk membekukan oosit sapi. Pada
pembekuan oosit ini faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah : suhu
inkubasi pra pembekuan, lama ekuilibrasi, kecepatan penurunan suhu
pembekuan, dan metode koleksi oosit.
Proses
kriopreservasi yang dilakukan menjadi lebih efisien, lebih sederhana,
dan lebih murah karena tidak diperlukan waktu yang lama dalam prosedur
pembekuannya, disamping tidak menggunakan peralatan mahal seperti pada metode
pembekuan yang telah dilakukan sebelum - nya. Secara teknis, metode ini dapat
memperkecil kerusakan sel embrio akibat kristal es ekstraseluler, seperti yang
dikatakan oleh Kasai (1996) bahwasetelah dilakukan pengamatan terhadap embrio
dari beberapa spesies, metode vitrifikasi dapat mengurangi kerusakan akibat
pembekuan karena suhu kritis dapat dilampaui dengan sangat cepat.
BAB
III
PENUTUP
Beberapa
hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik kriopreservasi,
yaitu (1) apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) akan terjadi
kekeringan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel (2) Apabila tidak
terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak sel,
jaringan dan materi genetik ternak lainnya.
Terjadi
dua venomena utama yang dapat merusak ataupun menurunkan viabilitas selama
proses penyimpanan dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (Cold
shock) dan pembentukan Kristal-Kristal es. Cold shock digunakan untuk mencegah
semen sapi terhadap pendinginan pada suhu kritis 15oC - 0oC serta meningkatkan
kriosurvival sperma pasca thawing
DAFTAR PUSTAKA
Amann RP. 1999. Cryopreservation of semen. Di dalam: Encyclopedia of Reproduction. Vol. 1 London: Academic.
Arthur,
G.H., Noakes, D.E., Harold, P., Parkinson, T.J. 1996. Veterinary Reproduction
and Obstetrics. Seventh Edition. W.B. Saunders Company Ltd. London, England.
Bailey JL, Buhr MM. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine spermatozoa. Can J Anim Sci 74.
Bailey JL, Buhr MM. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine spermatozoa. Can J Anim Sci 74.
Curry,
M.R., 1995. Kriopreservasi of Semen from Domestic Livestocks. In:
Cryopreservasi and Freeze-Drying Protocol. Humana Press Inc., Totowa, NJ.
Boediono A.
1995. Use of the recent animal reproduction biotechnology for improvement of
animal production and quality. Inovasi, 6:26-23.
Supriatna I,
Pasaribu FH. 1992. In vitro fertilisasi, transfer embrio dan pembekuan embrio.
Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB
Arav A,
Shebu D, Mattioli M. 1993. Osmotic and cytotoxic study of vitrification of
immature bovine oocytes.J Reprod Fertil, 99:353-358
Vatja G.
1997. Vitrification of bovine oocytes and embryos.Embryo Transfer Newsletter,
15:12-18
Whittingham
DG. 1971. Survival of mouse embryos after freezing and thawing. Nature
(London) 233: 125-126
Smith B,
Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan percobaan
di daerah tropis. Hlmn 3. ISBN: 0864032803. Jakarta: UI Press
Takagi M,
Otoi T, Boediono A, Auzuki T. 1994. Viability of frozen-thawed bovine
IVM/IVF embryos in relation to aging using various cryoprotectans. Theriogenology
41:915-921
Lisanti E.
1998. Suplementasi piruvat dan laktat dalam medium kultur modifikasi M-16 guna
meningkatkan perkembangan embrio mencit (Mus musculus albinus) in vitro
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
MAKALAH
BIOTEKNOLOGI
PETERNAKAN
NAMA
:FREDERIKUS SIMPLISIUS FONO
SEMESTER :IV
PARODI : ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
NUSA CENDANA
KUPANG
2017
No comments:
Post a Comment