MAKALAH
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
OLEH :
FREDERIKUS SIMPLISIUS FONO
1505030211
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Korupsi
merupakan kata yang dinegasikan oleh setiap orang, namun tidak orang menyadari
bahwa korupsi telah menjadi bagian dari dirinya. Hal ini biasanya terjadi
akibat pemahaman yang keliru tentang korupsi atau karena realitas struktural
yang menghadirkan korupsi sebagai kekuatan sistematik yang membuat tak berdaya
para perilakunya. Ada nilai-nilai kultural seperi pemberian hadiah yang
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi, namun ada pula sistem
yang memaksa seseorang berlaku korupsi.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
a. Apa
pengertian korupsi?
b. Sebutkan
nilai dan prinsip anti korupsi
c. Upaya
pemberantasan korupsi
d. Gerakan
kerjasama dan intrumen internasional pencegahan korupsi
e. Tindak
pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
f. Peran dan
keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Korupsi
Korupsi
sejatinya berasal dari bahasa Latin (Fockema Andreae : 1951). Yaitu Corruptio
yang arti harfiahnya adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran,
dapat disuap tidak bermoral penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan
yang menghina atau memfitnah.
Sementara
dalam terminologis korupsi diartikan sebagai pemberian dan penerimaan suap.
Defenisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau
penerimaaan suap. Dengan demikian baik yang menerima maupun memberi keduanya
termasuk koruptor.
David M
Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi
dan kepurusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi. JJ Senturia
dalam Encyclopedia of social sciens (Vol VI, 1993) mendefinisikan
korupsi sebagai penyalahgunaan kekusaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi.
Definisi ini
dianggap sangat spesifik dan konvensional karena meletakan persoalan korupsi
sebagai ranah pemerintah semata. Padahal seiring dengan proses swastanisasi
(privatisasi) perusahaan negara dan pengalihan kegiatan yang selama ini masuk
dalam ranah negara ke sektor swasta, maka definisi korupsi mengalami perluasan.
Ia tidak hanya terkait dengan penyimpanagan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi
juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabatranah publik baik politisi, pegawai
negrimaupun orang-orang dekat mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar
hukum. Berpijak pada hal tersebut Transparancy International memasukan tiga
unsur korupsi yaitu penyalahgunaan kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan dan
keuntungan pribadi baik secara pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat
lainnya.
Dari
beberapa defenisi diatas, baik secara etimologis maupun terminologis, korupsi
dapat dipahami dalam tiga level. Pertama Korupsi dalam pengertian tindakan
pengkhianatan terhadap kepercayaan, kedua pengertian dalam semua tindakan
penyalahgunaan kekuasaan baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga
struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan. Ketiga korupsi dalam pengertian
semua bentuk tindakan penyalah gunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan
materil.
2.2 Sejarah Korupsi
a. Era sebelum kemerdekaan
Sejarah
sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh “budaya-tradisi korupsi” yang
tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita
dapat menyimak bagaimana tradisi korupsi berjalin berkelin dan dengan perebutan
kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas dendam
berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan
seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak
(Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji merebut tahta dari
ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat terhadap Belanda dan
seterusnya sampai terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara
telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan diIndonesia.
b. Era Pasca Kemerdekaan
Pada era di
bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan Pemberantasan
Korupsi – Paran dan Operasi Budhi – namun ternyata pemerintah pada waktu itu
setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur
Negara dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul
Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan
Roeslan Abdulgani.
Salah satu
tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi
formulir yang disediakan – istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara.
Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut
mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu
tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.
Usaha Paran
akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung di balik
Presiden. Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya
pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat
sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo.
Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja
pengadilan.
Lembaga ini
di kemudian dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap
rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami
hambatan. Misalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan
permohonan kepada Presiden untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara
direksi yang lain menolak diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari
atasan.
c. Era Orde Baru
Pada pidato
kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Pj Presiden
Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi
sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu
memberi isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke
akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.
Tahun 1970,
terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti komitmen
Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK.
Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan banyak
disorot masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang
protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto
dengan membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap
bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A
Tjokroaminoto.
2.3 Nilai-Nilai Anti Korupsi
a. Kejujuran
Kejujuran
merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama bagi penegakan integritas
diri seseorang. Tanpa adanya kejujuran mustahil seseorang bisa menjadi pribadi
yang berintegritas. Seseorang dituntut untuk bisa berkata jujur dan transparan
serta tidak berdusta baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kejujuran
juga akan terbawa dalam bekerja sehingga dapat membentengi diri terhadap godaan
untuk berbuat curang.
b. Kepedulian
Kepedulian
sosial kepada sesama menjadikan seseorang memiliki sifat kasih sayang. Individu
yang memiliki jiwa sosial tinggi akan memperhatikan lingkungan sekelilingnya di
mana masih terdapat banyak orang yang tidak mampu, menderita, dan membutuhkan
uluran tangan. Pribadi dengan jiwa sosial tidak akan tergoda untuk memperkaya
diri sendiri dengan cara yang tidak benar tetapi ia malah berupaya untuk
menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu sesama.
c. Kemandirian
Kemandirian
membentuk karakter yang kuat pada diri seseorang menjadi tidak bergantung
terlalu banyak pada orang lain. Mentalitas kemandirian yang dimiliki seseorang
memungkinkannya untuk mengoptimalkan daya pikirnya guna bekerja secara efektif.
Jejaring sosial yang dimiliki pribadi yang mandiri dimanfaatkan untuk menunjang
pekerjaannya tetapi tidak untuk mengalihkan tugasnya. Pribadi yang mandiri
tidak akan menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab
demi mencapai keuntungan sesaat.
d. Kedisiplinan
Disiplin
adalah kunci keberhasilan semua orang. Ketekunan dan konsistensi untuk terus
mengembangkan potensi diri membuat seseorang akan selalu mampu memberdayakan
dirinya dalam menjalani tugasnya. Kepatuhan pada prinsip kebaikan dan kebenaran
menjadi pegangan utama dalam bekerja. Seseorang yang mempunyai pegangan kuat
terhadap nilai kedisiplinan tidak akan terjerumus dalam kemalasan yang
mendambakan kekayaan dengan cara yang mudah.
e. Tanggung Jawab
Pribadi yang
utuh dan mengenal diri dengan baik akan menyadari bahwa keberadaan dirinya di
muka bumi adalah untuk melakukan perbuatan baik demi kemaslahatan sesama
manusia. Segala tindak tanduk dan kegiatan yang dilakukannya akan
dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat,
negara, dan bangsanya. Dengan kesadaran seperti ini maka seseorang tidak akan
tergelincir dalam perbuatan tercela dan nista.
f. Kerja Keras
Individu
beretos kerja akan selalu berupaya meningkatkan kualitas hasil kerjanya demi
terwujudnya kemanfaatan publik yang sebesar-besarnya. Ia mencurahkan daya pikir
dan kemampuannya untuk melaksanakan tugas dan berkarya dengan sebaik-baiknya.
Ia tidak akan mau memperoleh sesuatu tanpa mengeluarkan keringat.
g. Keadilan
Pribadi
dengan karakter yang baik akan menyadari bahwa apa yang dia terima sesuai
dengan jerih payahnya. Ia tidak akan menuntut untuk mendapatkan lebih dari apa
yang ia sudah upayakan. Bila ia seorang pimpinan maka ia akan memberi
kompensasi yang adil kepada bawahannya sesuai dengan kinerjanya. Ia juga ingin
mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat dan bangsanya.
2.4 Strategi Atau Upaya
Pemberantasan Korupsi
1. Pembentukan Lembaga
Ani-Korupsi
Salah satu
cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khususmenangani korupsi. Sebagai
contohdi beberapa Negara didirikan lembaga yangdinamakanOmbudsmanyang
tugasnyaantara lain menyediakan sarana bagimasyarakat yang hendak
mengajukankeberatan tentang apa yang dilakukan olehlembaga pemerintah dan
pegawainya.Selain itu juga,Ombudsmanmemberikanstandar perilaku sertacode
of conduct bagilembaga pemerintah maupun lembagahukum yang
membutuhkan. NegaraIndonesia sendiri sudah memiliki lembagayang khusus dibentuk
untuk memberantaskorupsi, yaitu Komisi PemberantasanKorupsi.
a.
Memperbaiki
kinerja
lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan;
b.
Di tingkat
departemen,kinerja lembaga-lembaga diaudit sepertiinspektorat Jenderal harus
ditingkatkan;
c.
Reformasi birokrasi
dan
reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi;
d.
Memantaudan
memperbaiki kinerja Pemerintah Daerah;
e.
Mempergunakan
hak pilihdengan baik baik itu dalam pilkada, pemiludan pilpres.
2. Pencegahan Korupsi
Di Sektor Publik
a.
Mewajibkan
pejabat public untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki,
baik sebelum maupun sesudah menjabat
b.
Untuk
kontrak pekerjaan atau pengadaan barang, baik di pemerintahan pusat, daerah,
maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah
melakukan lelang atau penawaran secara terbuka.
c.
Membuat dan
mengembangkan system yang transparan dan akuntabel dalamhal perekrutan negawai
negeri dananggota militer.
d.
Selain
system perekrutan, perlu pengembangan system penilaian kinerja pegawai negeri
yang menitik beratkan pada proses dan hasil kerja akhir.
3. Pencegahan Korupsi Melalui Sosial
Dan Pemberdayaan Masyarakat
a.
Memberikan
hak pada masyarakatuntuk mendapatkan akses terhadapinformasi
b.
Meningkatkan
kesadaran sertakepedulian public dengan caramelakukan kampanye tentang
bahayakorupsi
c.
Menyediakan
sarana bagi masyarakatuntuk melaporkan kasus korupsi.
d.
Tidak
memberlakukan pasal mengenai“fitnah” dan pencemaran nama baik bagi orang yang melaporkan dugaankorupsi.
e.
Memfungsikan
pers sebagai alatkampanye mengenai bahaya korupsi,dan melakukan pengawasan
atas perilaku pejabat publik.
f.
Meningkatkan
pengawasan melaluiLembaga Swadaya Masyarakat
4. Pengembangan dan Pembuatan Berbagai
Instrument Hukum yang Mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Untuk
mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup
mengandalkan satu instrument hokum yakni undang-undang pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Salah
satu peraturan perundang-undangan yang harus ada untuk
mendukung pemberantasan korupsi adalah undang-undang
tindak pidana pencucian uang, undangundang perlindungan saksi dan korban, undang-undang
pers.
Hal ini
bertujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak boleh takut
melaporkan kasuskorupsi yang diketahuinya. Selain itu,untuk mendukung
pemerintahan
yang bersih, perlu instrument kode etik yangditujukan
untuk semua pejabat public, baik pejabat eksekutif, legislatife maupun kodeetik
bagi aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat)
2.5 Gerakan Kerjasama Dan Intrumen Internasional
Pencegahan Korupsi
A. Gerakan
Kerja Sama Internasional dan Instrumen Pencegahan Korupsi
1.
G8
Declaration on Recovering Proceeds of Corruption
Adopsi atas The G8 Ministerial
Declaration on Recovering Proceeds of Corruption atau Deklarasi G8 atas
Pengembalian Aset hasil Korupsi ini dilakukan pada saat pertemuan G8 Justice
and Home Affairs Ministers yang diadakan di Washington, 11 May 2004.
Deklarasi ini membuka jalan untuk serangkaian inisiatif dengan tujuan untuk
membantu negara korban kejahatan korupsi mendapatkan kembali aset korupsi itu.
Dalam hal Pengembalian Aset, Deklarasi ini melengkapi inisiatif StAR atau
Stolen Assets Recovery Initiatif.
Deklarasi ini meminta negara-negara G8 untuk:
a.
membentuk
suatu team gabungan yang berisi ahli dalam Bantuan Timbal Balik ketikamenerima
permintaan dari negara korban
b.
membentuk
satuan tugas berdasarkan kasus atas permintaan dari negara korban
c.
menyelenggrakan
workshop regional sebagai sarana tukar menukar informasi dengan negara korban
dalam hal teknik-teknik investigasi keuangan internasional dan tata cara
bantuan timbal balik
d.
memastikan
tiap-tiap negara G8 mempunyai aturan yang meminta dilakukan Penelusuran Lebih
Ketat atau enhanced due diligence untuk rekening orang-orang yang masuk
kategori Politically Exposed Persons, dalam hal aturan tentang
Informasi transaksi digital [Wire Transfer Originator Information]
e.
menyusun
manual tentang prosedur permintaan dan pengembalian aset
f.
mencari
alternatif yang lebih efektif dalam mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi
2.
StolenAssets
Recovery [StAR] Initiative
The Stolen Asset Recovery (StAR)
Initiative, yang diluncurkan oleh World Bank dan UNODC di New York, pada
tanggal 17 September 2007, bertujuan untuk menolong negara-negara berkembang
mendapatkan kembali aset/dana tercuri itu dan membantu mereka dalam
mempergunakan dana curian yang dikembalikan itu untuk kepentingan pembangunan.
Untuk mencapai tujuan itu, peranan negara-negara maju juga disebut terutama
untuk mengurangi halangan kembalinya dana-dana curian itu ke negara yang
berhak.
Dalam prakteknya, StAR didesain untuk bekerja di 4 area:
·
Membantu
negara-negara berkembang memperkuat lembaga penegak hukum dan proses penegakkan
hukumnya.
·
Memperkuat integritas
Pasar Keuangan dengan mengajak lembaga-lembaga keuangan agar mematuhi peraturan
tentang pencucian uang dan memperkuat kerja sama di antara financial
intelligence units [seperti PPATK] di seluruh dunia.
·
Membantu
negara-negara berkembang dalam mengembalikan asetnya dengan cara memberikan
pinjaman atau hibah untuk membiayai biaya awal proses pengembalian aset,
memberikan nasehat hukum atau menyewa pengacara, serta memfasilitasi kerja sama
antar negara.
· Mengawasi
penggunaan aset yang dikembalikan agar dipergunakan untuk kepentingan
pembangunan, seperti pendidikan dan infrastuktur.
2.6 Delik Korupsi Menurut
Undang-Undang dan Gratifikasi
1. Pasal 2
2. Pasal 3
3. Pasal 13
4. Pasal 15
UU No. 31 tahun 1999
1. Pasal 2 ayat (1):
• Setiap orang
• secara melawan hukum
• memperkaya diri sendiri/orang
lain/suatu korporasi
• dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara
Ayat (2):
Dilakukan
dalam keadaan tertentu
UU No. 20/2001
Pasal 1 angka 1:
“Pasal 2 ayat (2) substansi tetap,
penjelasan pasal diubah sehingga…”
Penjelasan Pasal 1 angka 1:
“Pasal 2 ayat (2)
… adalah keadaan yang dapat
dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu
apabila tindak pidana tersebut dilakukan,
· terhadap dana-dana
yang diperuntukkan bagi penanggulangan: keadaan bahaya, bencana alam nasional,
akibat kerusuhan sosial yang meluas, krisis ekonomi/moneter; dan
· pengulangan
tindak pidana korups
2. Pasal 3:
· Setiap orang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain/korporasi menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan.kedudukan
dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara
3. Pasal 13:
· Setiap orang
memberi hadiah/janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan/ wewenang
yang melekat pada jabatan/kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap
melekat pada jabatan/kedudukan tersebut
4. Pasal 15:
· Setiap orang
yang mencoba/ membantu/ bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi
2.7 Peran Dan
Keterlibatan Mahasiswa Dalam Gerakan Anti Korupsi
A. Gerakan Anti
Korupsi
Korupsi di
Indonesia sudah berlangsung lama. Berbagai upaya pemberantasan korupsipun sudah
dilakukan sejak tahun-tahun awal setelah kemerdekaan. Dimulai dari Tim
Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967 sampai dengan pendirian KPK
pada tahun 2003.
Berdasarkan
UU No.30 tahun 2002, pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan
sebagai serangkaian tindakanuntuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi
- melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan - dengan peran serta
masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Peran Mahasiswa
Dalam
sejarah perjalanan bangsa Indonesia tercatat bahwa mahasiswa
mempunyai peranan yang sangat penting.
• Kebangkitan Nasional tahun
1908
• Sumpah Pemuda tahun 1928
• Proklamasi
Kemerdekaan NKRI tahun 1945
• Lahirnya Orde Baru tahun 1966
• Reformasi tahun 1998.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar
tersebut mahasiswa tampil di depan sebagai motor penggerak
dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka miliki.
Mahasiswa
memiliki karakteristik intelektualitas, jiwa muda, dan idealisme. Dengan
kemampuan intelektual yang tinggi, jiwamuda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni telah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran
penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini.
Mahasiswa
didukung oleh modal dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, kemampuan
berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan
kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi
agen perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch
doglembaga-lembaga negara dan penegak hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah tindakan yang harus
diberantas segera karena mengancam keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Sehingga perlu peran serta semua lapisan masyarakat. Mahasiswa adalah salah
satu bagian masyarakat yang mempunyai pengaruh signifikan dalam memperngarhi
kebijakan pemerintah dan menggerakkan lapisan masyarakat yang lain. Sehingga pemberantasan
korupsi bisa lebih efektif. Upaya-upaya yang dilakukan mahasiswa adalah
menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di kampus, memberikan pendidikan
kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi dan menjadi alat pengontrol
terhadap kebijakan pemerintah. Maka mahasiwa harus lebih berkomitmen dalam
memberantas korupsi supaya upaya mereka berjalan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment