MasterTernak

Saturday, 21 April 2018

kriopreservasi



MAKALAH
 FERTILISASI IN VITRO


Description: D:\PERKULIAHAN\!rN@ Data\Materi Semester 1\Logo Undana.png



KELOMPOK II

1.      DONATUS NALAQ                        (10)
6. FLORIANUS F. TUNDUR              (15)
2.      DONISIUS F.LODO                        (11)
7. FRANSISKUS BEREK                    (16)
3.      EL YOAN ABOR                            (12)
8. FRANSISKUS RONALDO TOBU (17)
4.      ENGELBERTUS A. HAMI           (13)
9. FREDERIKUS F. FONO                 (18)
5.      ESTER B. NIJA                              (14)



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017




BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kebutuhan konsumsi daging  nasional cenderung meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan populasi ternak terutama ternak ruminansia melalui ketercukupan penyediaan bibit baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Bibit yang baik umumnya dapat menghasilkan keturunan dengan produktivitas yang tinggi. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan menerapkan terknologi fertilisasi in vitro. Fertilisasi in vitro ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi ternak yang ada sehingga kebutuhan komoditas daging sapi maupun ternak ruminansia lainnya dapat terpenuhi. Fertilisasi in vitro ini umumnya memanfaatkan ovarium dari ternak hasil pemotongan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) sehingga mempunyai efisiensi reproduksi yang tinggi.

2.1. TUJUAN
 Agar mahasiswa mampu mengetahui  tentang apa itu vertilisai in viitro dan dapat memahami  tahap-tahap fertilisasi in vitro.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1   FERTILISASI IN VITRO
Fertilisasi terdiri dari penyatuan atau fusi dua sel gamet jantan (spermatozoa) dengan sel gamet betina (ovum) untuk membentuk satu sel atau zygote. Proses ini terjadi dibawah ampula tuba fallopii (Hafez, 1980)
Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak dapat dilakukan dengan fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik pembuahan dimana sel ovum dibuahi diluar tubuh.
Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam jumlah banyak untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Kaiin et al., 2008).
 In Vitro Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya proses fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh. Menurut Supri Ondho (1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi serangkaian kegiatan berupa mengumpulkan ovarium, koleksi oosit, kapasitasi spermatozoa, pembuahan dan perkembangan embrio. Berikut ini adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :
1.   Pengumpulan ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan ovarium dilaksanakan dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong. Setelah ovarium didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9% dan di bawa ke laboratorium.
2.             Koleksi Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu . 
3.             Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
4.             Pembekuan Embrio
5.             Program Transfer Embrio


2.2   METODE KOLEKSI OOSIT
Didalam melakukan koleksi oosit : Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan       A.   ASPIRASI :
1.             Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%
2.             Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5 ºC.
3.             Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran yang masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
4.             Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan jarum suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml tersebut.
5.             Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang membentuk vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum ditusukkan melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk menghindari terlepasnya oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan folikel yang tipis.
6.             Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya cairan aspirasi yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam petridish 35 mm yang telah dipersiapkan.
7.             Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dicatat.
8.             Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl Fisiologis 0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk menunggu proses selanjutnya.
B.  TEKNIK SAYATAN
1.             Ovarium disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam cawan petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium tadi.
2.             Dengan menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh kedalam cawan petri lainnya
3.             Dihitung jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
4.          Oosit yang dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl fisiologis     0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya

C. TEKNIK INJEKSI MEDIUM
1.             Ovarium dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
2.             Isi disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g, kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.
3.             Cairan medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam petridish.
4.             Hitung dan amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
5.         Oosit yang didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium NaCl fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.

        2.3.  KLASIFIKASI OOSIT
Berikut ini merupakan klasifikasi oosit yang didasarkan atas Cumullus Oophorus yang dapat dijadikan sebagai parameter kualitas oosit :
·         Kualitas A, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus kompak
·         Kualitas B, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus sebagian
·         Kualitas C, adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus Oophorus
 Maturasi oosit dapat dilakukan pada oosit yang mempunyai kualitas A dan B

2.4 . MATURASI OOSIT, FERTILISASI, KULTUR IN VITRO
            Oosit yang terkoleksi dan mempunyai kualitas sangat baik dan baik (A dan B) kemudian dicuci dalam media maturasi TCM 199 (GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum (FCS, GIBCOTM) dan ditambahkan hormon E2 (1μg/ ml), hCG (10μg/ml) dan FSH (10μg/ml). Oosit tersebut dimasukkan ke dalam 50 μl spot media maturasi yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38 °C dan dikultur selama 22-24 jam (Margawati et al., 2000).
Sebelum dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y sapi PO yang telah dipisahkan dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et al., 2003) di-thawing dan masing-masing diperiksa motilitasnya. Motilitas sperma ≥ 40% digunakan untuk memfertilisasi oosit secara in vitro. Sperma X atau Y yang telah di-thawing kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, ditambah media semen washing solution (SWS) yang terdiri atas media Brackett Oliphant (BO) yang mengandung kafein dan heparin, kemudian sperma disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit pada temperatur 27°C. Supernatan dibuang, kemudian endapan sperma (0,5 ml) ditambah dengan media semen dilution solution (SDS, yang terdiri atas media BO dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi 1 x 106 / ml. Spot berisi 100 μl SDS berisi sperma X atau Y dibuat didalam cawan petri, kemudian ditutup dengan mineral oil dan diinkubasi untuk kapasitasi sperma selama 1 jam. Setelah itu dilakukan pencucian oosit yang telah dimaturasi dengan menggunakan media oocyte washing solution (OWS, yang terdiri atas media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit yang telah dicuci kemudian ditempatkan ke dalam spot SDS + sperma (10 oosit/ spot) dan dikultur selama 6-7 jam dalam inkubator CO2 (Kaiin et al., 2004).
Oosit yang difertilisasi kemudian dicuci dengan media kultur CR1aa + 5% FCS sambil dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan pipet. Zigot kemudian dimasukkan ke dalam spot media kultur yang kemudian dimasukkan ke dalam inkubator CO2 5%, temperature 38°C. Pengamatan perkembangan embrio dari tahap 2 sel sampai morula/blastosis dilakukan setiap 24 jam selama 6-7 hari (Margawati et al., 2000; Kaiin et al., 2004

2.5.  PEMBEKUAN EMBRIO
            Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian dicuci dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke dalam media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10 menit. Embrio dan gliserol dalam volume sesedikit mungkin kemudian dimasukkan ke dalam straw bersama dengan kolom-kolom media berisi sukrosa yang berfungsi sebagai media pencuci gliserol pada saat thawing. Setelah itu, straw yang berisi embrio tersebut dibekukan dengan menggunakan mesin programmable freezer ET-1 (FHK) dengan penurunan temperatur secara bertahap 1oC/menit. Selanjutnya pada saat mencapai temperatur - 30oC, straw dimasukkan dan disimpan dalam tangki nitrogen cair (temperatur -196oC).


2.6.  PROGRAM TRANSVER EMBRIO
Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan dengan memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan kondisi reproduksi yang memenuhi  syarat digunakan sebagai ternak resipien.
Setelah itu sapi diprogram dan disinkronisasi berahinya dengan penyuntikan PGF2α (Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/ ekor secara intra muskular. Transfer embrio menggunakan embrio beku hasil FIV dengan sperma hasil pemisahan dilakukan pada hari ke 6 setelah berahi pada induk resipien sapi Bali di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan resipien sapi FH di kandang ternak Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio beku di-thawing dalam air hangat 37° C kemudian langsung ditransfer ke induk resipien dengan menggunakan gun transfer.

2.7.  KEUNGGULAN FERTILISAI  IN VITRO
            Berikut ini adalah beberapa keunggulan dari fertilisasi in vitro :
·         Mempercepat peningkatan populasi dan produksi ternak serat perbaikan mutu genetis.
·         Memanfaatkan Ovarium dari RPH
·         Perkembangan zigot dapat diamati
·         Pembuahan dapat dilakukan diluar tubuh ternak












BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
            Fertilisasi in vitro  terdiri dari penyatuan atau fusi dua sel gamet jantan (spermatozoa) dengan sel gamet betina (ovum) untuk membentuk satu sel atau zygote. Proses ini terjadi dibawah ampula tuba fallopii  dan Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian dicuci dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke dalam media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10 menit.






















DAFTAR PUSTAKA
Hafez, E.S.E. 1980. Reproduction in Farm Animal. 4 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.

Kaiin, E.M., S.Said & B.Tappa. 2008. Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan. Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.

Kaiin, E.M., M. Gunawan, S.Said & B.Tappa. 2004. Fertilisasi dan perkembangan oosit sapi hasil IVF dengan sperma hasil pemisahan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 21-25.

Margawati, E.T., E.M. Kaiin, K.Eriani, N.D. Yanthi & Indriawati. 2000. Pengaruh media IVM dan IVC pada perkembangan embrio sapi secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5 : 229-233.

Supri Ondho, Y. 1998. Peningkatan Pematangan Oosit dan Perkembangan Embrio Domba In Vitro melalui Penambahan FSH, Estradiol -17B dan Kokultur Sel Epitel Tuba Falopii ke Dalam TCM-199. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Posted 30th November 2011 by Jambul domba Indonesia.













LAMPPIRAN

Description: E:\PHOTOZ\FAPET 2015\20170329_101010.jpg
Description: E:\PHOTOZ\FAPET 2015\20170419_095513.jpg

No comments:

Post a Comment

MasterTernak

Tanah Viqueque/renzina

TANAH VIQUEQUE/RENZINA                Tanah Viqueque/renzina ditemukan diatas batu kapur daerah lembab di Jawa, Nusa tenggara, Sulawesi, M...