BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem
pencernaan pada ternak ruminansia seperti pada ternak pada umumnya berfungsi
untuk mencerna bahan pakan, menyerap zat-zat makanan dan mengeluarkan sisa
pakan. Lingkaran saluran pencernaan dipengaruhi oleh jenis bahan yang
dikonsumsi. Pakan utama rumninansia adalah hijauan. Pakan hijauan umumnya
berciri amba (bulky) dan tinggi serat kasarnya. Keistimewaan ruminansia
terletak pada sistem pencernaannya yang mampu memanfaatkan bahan makanan
berserat kasar tinggi. Kemampuannya dalam mencerna bahan makanan berserat kasar
tinggi, terletak pada rumen yang berfungsi mencerna serat kasar secara
fermentasi dengan bantuan mikroba rumen.
Pada
ternak yang mendapat pakan serat, perkembangan bakteri pencerna serat perlu ditingkatkan.
Di dalam rumen ada tiga jenis mikroorganisme, yaitu bakteri, protozoa, dan
fungi. Pakan dengan kualitas rendah menyebabkan kontribusi mikroba pada ternak
semakin besar, sedangkan pada kondisi pakan miskin akan nutrisi populasi
protozoa cenderung menekan perkembangan bakteri dan fungi karena protozoa tidak
mendapat pakan yang layak bagi dirinya, padahl kedua golongan mikroba ini
sangat dibutuhkan dalam pencernaan serat kasar, sehingga keberadaan protozoa
harus terkontrol terutama di daerah pakan berkualitas rendah.
Salah
satu usaha untuk mengontrol populasi protozoa (fauna) dalam rumen adalah dengan
defaunasi. Defaunasi adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan populasi
protozoa rumen dalam rangka meningkatkan kemampuan ternak untuk memanfaatkan
pakan kualitas rendah. Berdasarkan penelitian, defaunasi total secara kimiawi
dapat menimbulkan keracunan pada ternak, defaunasi parsial dengan bahan alami
relatif lebih aman dan hanya mengurangi sebagian dari seluruh populasi protozoa
dalam rumen.
Di
dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Misalnya,
kehadiran fungi dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan
serat karena dia membentuk koloni pada jaringan selullosa pakan. Rizoid fungi
tumbuh jauh menembus sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna
oleh enzim bakteri rumen.
Untuk mwngtahui informasi lebih
banyak mengenai mikroba rumen dan proses fermentasinya, dapat dipelajari dalam
makalah ini.
1.2 Tujuan
·
Mengetahui
Klasifikasi mikroba dalam rumen
·
Mengetahui proses fermentasi oleh Mikroba
dalam pencernaan ruminansia
1.3 Manfaat
Dengan mempelajari mikroba yang terdapat pada lambung
ruminansia berikut proses fermentasinya, maka diperoleh pemahaman mengenai
jenis bahan makanan apa saja yang digunakan oleh bakteri untuk hidup, sehingga
pakan yang diberikan dicerna secara optimal oleh mikroba rumen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem Pencernaan Ruminansia
Sistem Pencernaan
Herbivora berdasarkan pada kegiatan
Mikroorganisme dan dapat
dibedakan menjadi ruminansia dan pseudoruminansia (Pada Saecum & Colon). Saluran
pencernaan ruminansia terdiri dari mulut, Esofagus, Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum,
Abomasum.
Setiap organ atau kelenjar dalam pencernaan memiliki fungsi masing –
masing, terutama untuk membuat suasana lambung optimal dalam mencerna makanan.
Pencernaan pada ruminansia memanfaatkan enzim – enzim yang dikeluarkan oleh
mikroba atau disebut dengan fermentasi.
Proses Pencernaan pertama terjadi di mulut. Di mulut, terjadi pencernaan
mekanis yang dibantuu dengan saliva. Saliva berfungsi untuk membantu penelanan, buffer (ph 8,4 – 8,5), dan suplai nutrien mikroba (70% urea).
Esophagus merupakan penghubung anatara mulut dan lambung dimana
terjadinya pencernaan fermentative. Keuntungan pencernaan secara fermentative diantaranya dapat
makan cepat dan menampung pakan banyak, dapat mencerna pakan kasar : sumber energi (VFA), dan dapat menggunakan NPN sebagai sumber protein. Sayangnya, banyak energi terbuang
sebagai gas metan dan protein
nilai hayati tinggi didegradasi menjadi
amonia.
·
RUMEN
Terletak
di sebelah kiri rongga perut. Permukaan dilapisi papila (papila lidah) yang memperluas permukaan untuk absorbsi. Terdiri 4 kantong (saccus) dan terbagi menjadi 4 zona.
o
KONDISI
- BK isi rumen : 10 -15%
- Temperatur : 39-40ºC
- pH = 6,7 – 7,0
- BJ = 1,022 – 1,055
- Gas: CO2,
CH4, N2, O2, H2, H2S
-
> mikroba: bakteri, protozoa, jamur
- Anaerob
o
FUNGSI
- Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
- Absorbsi : VFA,
amonia
- Lokasi mixing
o
PEMBAGIAN ZONA DI DALAM RUMEN
· PEMBAGIAN MIKROBIOLOGIS:
1. Zona
gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2,
O2
2. Zona
apung (pad zone) : Ingesta yang mengapung (ingesta baru dan mudah dicerna)
3. Zona
cairan (intermediate zone) : cairan dan absorbsi metabolit yang terlarut dalam cairan (>> mikroba)
4. Zona
endapan (high density zone) : ingesta tidak dapat dicerna dan benda-benda asing
FUNGSI:
- Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
- Tempat absorpsi VFA, amonia
- Menyimpan bahan makanan→ fermentasi
- Lokasi mixing ingesta
· RETIKULUM
Secara
fisik tidak terpisahkan dari rumen. Memiliki lipatan-lipatan esofagus yang merupakan lipatan jaringan yang langsung dari esofagus ke omasum, Permukaan dalam memiliki papila seperti sarang laba-laba (honey
comb) perut jala.
o
FUNGSI
- tempat
fermentasi
- membantu
proses ruminasi
- mengatur
arus ingesta ke omasum
- Absorpsi
hasil fermentasi
- tempat
berkumpulnya benda-benda asing
· OMASUM
Terletak
di
sebelah kanan (retikulum)
garis median (disebelah rusuk 7-11). Bentuknya ellips, permukaan dalam berbentuk laminae
dan disebut
perut buku (pada lamina terdapat papila untuk absorpsi). Pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ
ini dilaporkan juga menghasilkan amonia
dan mungkin asam lemak
terbang (Frances dan Siddon, 1993).
o FUNGSI
-
Grinder dan Filtering
-
Fermentasi
-
Absorpsi
Pada
Abomasum, Intestinum, dan Colon terjadi Pencernaan secara enzimatis.
2.2 MIKROBA RUMEN
Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen
merupakan salah satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak
ruminansia dengan ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam
mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas
mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Yan
Offer dan Robert 1996). Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan
tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya
bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston dan Leng
1987).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan
yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty
Acids = VFA’s) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam
valerat serta asam isobutirat dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui
dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan
produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa
gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry, Thomson dan
Amstrong 1977). Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri,
karena biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi
ternak ruminansia. Sauvant, Dijkstra dan Mertens (1995) menyebutkan bahwa 2/3 –
3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari
protein mikroba. Produk akhir
fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan
digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasok utama
protein bagi ternak ruminansia.
Kualitas pakan yang rendah seperti yang umum terjadi di
daerah tropis menyebabkan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian
besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Soetanto (1994) menyebutkan hampir
sekitar 70 % kebutuhan protein dapat dicukupi oleh mikroba rumen.
Rumen merupakan ekosistem yang mengandung komponen biotic dan abiotik.
Komponen Biotik adalah mikroba rumen dengan populasi berkisar antara 1010
sampai 1012 sel/ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981) Mikroba
Rumen sangat diperlukan dalam proses pencernaan. Rumen mempunyai kondisi
lingkungan yang baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur di dalam rumen
berkisar antara 38O – 42O sedangkan pH rata – ratanya 6.8
atau berkisar antara 6 – 7. Mikroba yang ada di dalam rumen terdapat pada
partikel makanan, dalam cairan rumen dan menempel pada dinding rumen.
Mikroba rumen diklasifikasikan menjadi bakteri, protozoa dan fungi.
Meskipun aktifitas metabolismenya sama namun jumlah masing-masing spesies
berbeda tergantung bahan pakan yang dikonsumsi. Volume mikroba rumen kurang
lebih 3,6% dari total cairan rumen yang terdiri dari 50% siliata dan 50%
bakteri ukuran kecil.
·
Bakteri Rumen
Bakteri memiliki populasi terbanyak antara 109-1010
sel/mil cairan rumen ukurannya berkisar antara 0.3 - 50 µm. Bakteri tersebut
berbentuk spiral (Streptococcus) dan yang berbentuk batang (Eubakterium) dan bakteri
yang berbentuk bulat.
Bakteri bentuk batang dan spiral hidup secara anaerob sedangkan bentuk
coccus gram negative ada yang hidup aerob. Selain itu ada juga bakteri
fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup pada kondisi sedikit oksigen misalnya
streptococcus. Bakteri ini biasanya terdapat dalam dinding rumen.
Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966)
adalah :
-
bakteri
pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens,
Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens),
-
bakteri
pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola,
Ruminococcus sp),
-
bakteri
pencerna pati (Bakteroides ammylophilus,
Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica),
-
bakteri
pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus),
-
bakteri
pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).
·
Proptozoa
Rumen
Berdasarkan fungsinya terdapat beberapa kelompok protozoa yaitu kelompok
protozoa pencerna protein (misal Ophryoscolex Caudatus), pencerna selulosa,
hemiselulosa dan pati (antara lain diplodonium ostracodinium). Kelompok
protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa antara lain diplodinium
polyplastron.
Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin antara lain isotricha intestinalis. Kelompok
protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose
antara lain dasytricha ruminantrium. Kelompok protozoa pencerna maltosa,
pati dan sukrosa antara lain entodinnium caudatum.
Populasi yang terbanyak adalah ciliate yaitu berkisar antara 105
– 106 sel / ml (pada kondisi ternak sehat), sedangkan populasi
flagelata berkisar antara 102-104 sel/ml, dengan ukuran
berkisar antara 4,0 sampai 15,0 µm (ogimoto dan imai, 1981;jouany,1991)
populasi protozoa lebih rendah daripada bakteri, tetapi ukurannya lebih besar.
McDonald (1988), Yokoyama dan Johnson (1988) mengemukakan bahwa panjang protozoa berkisar antara 20 antara
200 µm, oleh karena total biomassa protozoa hampir sama dengan total biomassa
bakteri. Menurut Hungate (1966) Protozoa dibagi berdasarkan morfologinya, yaitu :
-
Holotrichs yang mempunyai silia hampir
diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel.
-
Oligotrichs
yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna
(Arora, 1989).
·
Fungis Rumen
Fungi rumen bersifat anaerob yang terdapat dalam rumen sebagian besar
mencerna serat kasar. Populasinya berjumlah 103-105
sel/ml cairan rumen (Jouany,1991 yang dikutip oleh Nur Kasim Suwardi, 2000).
Meskipun populasinya sedikit, namun sangat berperan dalam mencerna serat kasar.
Fungi Rumen sangat efektif mdalam melonggarkan ikatan jaringan tanaman dan
diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur tanaman.
Menurut pendapat Preston dan Leng, 1987, Fungi akan memecah ikatan
hemiselulosa-lignin dan melarutkan pelindung lignin, tapi tidak mendegradasi
lignin. Komponen tanaman dari berbagai hijauan menyebabkan peningkatan yang
besar populasi fungi. Secara in vitro, perkembangan aktivitas fungi rumen
dihambat oleh bakteri rumen karena pemanfaatan N dan asam laktat oleh bakteri.
Fungi terdiri dari Yeast (ragi) seperti Saccharomyces dan Mould (Jamur). Untuk hidupnya, jamur
seperti Neocallimastix frontalis, Piramonas communis, dan Sphaeromonas
communis, membutuhkan kondisi anaerob.
2.3 Fermentasi Mikroba Rumen
Bentuk anatomi dan fungsi fisiologis rumen menempatkan ternak ruminansia
pada peranannya yang sangat penting sebagai ternak yang paling efisien dalam
menggunakan bahan makanan murah dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia.
Rumen merupakan bagian terbesar dari perut ruminansia. Di dalam rumen
terdapat sejumlah mikroba yang memungkinkan ternak memanfaatkan
komponen-komponen yang tidak dapat dicerna oleh enzim perut dan disebut dengan
fermentasi. Fermentasi oleh mikroba rumen misalnya hidrolisis karbohidrat
menjadi monosakarida dan disakarida kemudian di fermentasi menjadi asam asetat,
propionate dan butirat. Sedangkan protein sebagian besar dirombak menjadi
peptide, asam amino, ammonia, dan VFA yang selanjutnya disintesis menjadi sel
mikroba untuk kemudian dicerna dalam usus. Lemak akan dihirolisis menjadi asam
lemak dan gliserol.
Mikroba juga membentuk vitamin B komplek. Mikroba juga membentuk asam
amino yang mengandung sulfur dari sulfur anorganik sebagai sumber NPN. Tidak
semua mikroba perombak N dapat memanfaatkan ammonia beberapa jenis hanya
menggunakan peptide dan asam amino. Namun sebagian besar mikroba menggunakan ammonia
untuk membentuk protein tubuhnya. Menurut Satter dan Slytter, biosintesis
tertinggi protein mikroba dicapai pada konsentrasi ammonia sekitar 50 mg/l
cairan rumen.
Fermentasi adalah perubahan kimia dari molekul – molekul kompleks
menjadi molekul sederhana sehingga lebih mudah dicerna oleh aktivitas enzim.
Aktivitas fermentasi mikroba tergantung sama ketersediaan substrat yang
diperlukan untuk hidup, berkembang, dan beraktivitas, tergantung jumlah dan
mutu pakan. Fermentasi mikroba rumen terdiri dari Fermentasi Karbohidrat,
Fermentasi Protein, dan Fermentasi Lemak.
·
Fermentasi
Karbohidrat
Karbohidrat dapat diperoleh dari Serat Kasar yang
terdiri dari Selulosa, Hemiselulosa, dan Pati. Bakteri Pencerna selulosa,
seperti Ruminococcus albus, Butyrovibrio fibrisolvens, dan Clostridium
lockheadii, akan menghidrolisis selulosa dari pakan berserat kasar. Oleh karena
itu, kadar serat kasar minimal 15% dari BK ransum. Bakteri pencerna
Hemiselulosa, misalnya Bacteroides ruminicola, akan mencerna pentose, heksosa,
dan asam uronat. Sedangkan bakteri pencerna pati seperti Lactobacillus
ruminatum, penting untuk memanfaatkan N dari NPN dalam ransum yang biasa
terdapat pada biji – bijian dan konsentrat.
Selulosa
|
metanogenesis
|
CO2
|
metanogenesis
|
M. bacterium
|
CH4
|
S. ruminatium
|
Propionat + Asetat+ CO2
|
Butyrofibrio fibrosolvens
|
CO2 + Asetat + H2O
|
S. ruminatium
|
VFA (butirat)
|
R.flavifaciens
|
Formiat
|
Asetat + Suksinat + H2
|
B.Succinogenes
|
R.albus
|
CO2 + Asetat + Suksinat
|
CO2 + Asetat + H2
|
Propionat
|
Fragmen Selulosa
|
Gambar 1. Bagan
Fermentasi Selulosa oleh Mikroba Rumen
·
FERMENTASI
PROTEIN
Protein
pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis oleh enzim proteolitik menjadi asam amino dan
oligopeptida. Selanjutnya asam asam amino
mengalami
katabolisme lebih lanjut menghasilkan amonia, VFA dan CO2. Amonia menjadi sumber nitrogen
utama untuk sintesis de novo asam-asam
amino
bagi mikroba rumen. Proses metabolisme tersebut mengungkapkan bahwa nutrisi protein ternak
ruminan sangat tergantung pada proses sintesis protein
mikroba rumen. Produk hidrolisa protein sebagian besar akan mengalami 15 katabolisme
lebih lanjut (deaminasi), sehingga dihasilkan amonia (NH3). Amonia asal perombakan protein pakan
tersebut sangat besar kontribusinya terhadap amonia rumen. Diperlukan kisaran
konsentrasi amonia tertentu untuk
memaksimumkan
laju sintesa protein mikroba. Karena itu kelarutan dan degradibilitas protein pakan sangat
penting untuk diketahui (Arora, 1989).
Amonia
(NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan kucukupannya dalam rumen untuk
memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan
mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1990).
Menurut
Haryanto (1994), konsentrasi amonia di dalam rumen ikut menentukan efisiensi sintesa
protein mikroba yang pada gilirannya akan
mempengaruhi
hasil fermentasi bahan organik pakan. Konsentrasi amonia sebesar 50 mg/100ml
(setara dengan 3.57 mM/L) di alam
cairan rumen dapat dikatakan optimum untuk menunjang sintesa protein mikroba rumen (Satter dan Slyter,
1974), sedangkan kadar amonia yang
dibutuhkan
untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal berkisar antara 4-12 mM (Erwanto et
al. 1993). Pengamatan secara in vivo yang
dilakukan
oleh Mehrez et al. (1977), kadar amonia cairan rumen yang optimal untuk pertumbuhan mikroba yang
maksimal adalah 16,79 mM. Konsentrasi
amonia
menggambarkan kecepatan produksi dari pencernaan nitrogen.
Produk akhir degradasi purin dan pirimidin
pada ruminansia adalah alantoin (Arora,1995),
terutama berasal dari mikroba rumen dan dalam jumlah kecil berasal dari jaringan hewan atau
disebut alantoin endogen. Kadar alantoin
endogen
semakin kecil bila suplai alantoin eksogen meningkat. Alantoin, asam urat, xanthin dan
hipoxanthin merupakan produk degradasi
purin
yang dapat dideteksi dalam urin. Alantoin dalam urin dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya
penyedia protein mikroba rumen terhadap induk semangnya.
Jika ekskresi alantoin dalam urin tinggi, ini berarti bahwa protein
banyak yang diserap
oleh mikroba rumen dan terjadi proses katabolisme.
Ekskresi
turunan purin di dalam urin dapat dijadikan indikator pasokan protein asal mikroba rumen untuk ternak
induk semang, dan kadar alantoin yang didapat pada
umumnya 2.13 mmol hari-1. Suplai protein meningkat seiring dengan 16 meningkatnya
kadar alantoin. Ekskresi alantoin berbanding lurus dengan alantoin mikroba rumen yang diserap, jika
diasumsikan perbandingan protein dengan
alantoin
dalam populasi mikroba rumen adalah tetap. Sintesis protein mikroba rumen dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan Y = 1.995 + 3.8799 X
(Chen
et al. 1992).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Mikroba
Rumen diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu Bakteri, Protozoa, dan Fungi.
·
Proses
Fermentasi terjadi di rumen dan setiap mikroba mendegradasi bahan pakan sesuai
substratnya.
·
Selulosa,hemiselulosa, pati, gula, dan protein didegradasi oleh Bakteri
·
Multisubstrat
seperti selulosa-hemiselulosa-pati, selulosa-glukosa-pati-sukrosa,
gula-glukosa-pati-pectin, maltose-glukosa-selobiose, maltose-pati-sukrosa, dan
protein didegradasi oleh protozoa
·
Ikatan
jaringan hemiselulosa-lignin dilonggarkan oleh fungi
3.2 Saran
Diharapkan agar
mahasiswa lebih banyak diberi pemahaman mengenai struktur fisiologis dan
fungsional dari hewan ruminansia, agar dalam perkembangannya mahasiswa dapat
mengetahui fungsi masing-masing bagian pencernaan ternak ruminansia.
DAFTAR
PUSTAKA
Arora,
S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada
Ruminansia. Yogyakarta
: Penerbit
Gajah Mada Press
Czerkawski,
J.W.
1986. An Introduction to Rumen Studies.
Oxford: Pergamon Press.
Yulianti, An-an
& Elvia Hernawan. 1991. Proses Pencernaan Protein Dalam Rumen. Bandung :
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Satter, L.D. and
L.L. Slyter.1974. Effect of Ammonia
Concentration in Rumen Microbial Protein Production In Vitro. Br. J. Nutr.
, 35 : 199.
Winugroho,
M. 1991. Pedoman Cara Pemanfaatan Jerami
Padi pada Pakan Ruminansia. Bogor : Puslitbangnak Litbang Pertanian.
Hungate,
R.E. 1996. The Ruminant and Its
Microbes. New York, London, San Frasisco : Agricultural experimental
Station, University Of California. Academic Press.
Leng, R.A.
1990. Factors affecting the utilization
of 'poor-quality' forages by ruminants
articularly under tropical conditions. Nutrition Research Reviews 3.
Sutardi
T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan
Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. DITJEN Peternakan- FAO.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem
pencernaan pada ternak ruminansia seperti pada ternak pada umumnya berfungsi
untuk mencerna bahan pakan, menyerap zat-zat makanan dan mengeluarkan sisa
pakan. Lingkaran saluran pencernaan dipengaruhi oleh jenis bahan yang
dikonsumsi. Pakan utama rumninansia adalah hijauan. Pakan hijauan umumnya
berciri amba (bulky) dan tinggi serat kasarnya. Keistimewaan ruminansia
terletak pada sistem pencernaannya yang mampu memanfaatkan bahan makanan
berserat kasar tinggi. Kemampuannya dalam mencerna bahan makanan berserat kasar
tinggi, terletak pada rumen yang berfungsi mencerna serat kasar secara
fermentasi dengan bantuan mikroba rumen.
Pada
ternak yang mendapat pakan serat, perkembangan bakteri pencerna serat perlu ditingkatkan.
Di dalam rumen ada tiga jenis mikroorganisme, yaitu bakteri, protozoa, dan
fungi. Pakan dengan kualitas rendah menyebabkan kontribusi mikroba pada ternak
semakin besar, sedangkan pada kondisi pakan miskin akan nutrisi populasi
protozoa cenderung menekan perkembangan bakteri dan fungi karena protozoa tidak
mendapat pakan yang layak bagi dirinya, padahl kedua golongan mikroba ini
sangat dibutuhkan dalam pencernaan serat kasar, sehingga keberadaan protozoa
harus terkontrol terutama di daerah pakan berkualitas rendah.
Salah
satu usaha untuk mengontrol populasi protozoa (fauna) dalam rumen adalah dengan
defaunasi. Defaunasi adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan populasi
protozoa rumen dalam rangka meningkatkan kemampuan ternak untuk memanfaatkan
pakan kualitas rendah. Berdasarkan penelitian, defaunasi total secara kimiawi
dapat menimbulkan keracunan pada ternak, defaunasi parsial dengan bahan alami
relatif lebih aman dan hanya mengurangi sebagian dari seluruh populasi protozoa
dalam rumen.
Di
dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Misalnya,
kehadiran fungi dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan
serat karena dia membentuk koloni pada jaringan selullosa pakan. Rizoid fungi
tumbuh jauh menembus sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna
oleh enzim bakteri rumen.
Untuk mwngtahui informasi lebih
banyak mengenai mikroba rumen dan proses fermentasinya, dapat dipelajari dalam
makalah ini.
1.2 Tujuan
·
Mengetahui
Klasifikasi mikroba dalam rumen
·
Mengetahui proses fermentasi oleh Mikroba
dalam pencernaan ruminansia
1.3 Manfaat
Dengan mempelajari mikroba yang terdapat pada lambung
ruminansia berikut proses fermentasinya, maka diperoleh pemahaman mengenai
jenis bahan makanan apa saja yang digunakan oleh bakteri untuk hidup, sehingga
pakan yang diberikan dicerna secara optimal oleh mikroba rumen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem Pencernaan Ruminansia
Sistem Pencernaan
Herbivora berdasarkan pada kegiatan
Mikroorganisme dan dapat
dibedakan menjadi ruminansia dan pseudoruminansia (Pada Saecum & Colon). Saluran
pencernaan ruminansia terdiri dari mulut, Esofagus, Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum,
Abomasum.
Setiap organ atau kelenjar dalam pencernaan memiliki fungsi masing –
masing, terutama untuk membuat suasana lambung optimal dalam mencerna makanan.
Pencernaan pada ruminansia memanfaatkan enzim – enzim yang dikeluarkan oleh
mikroba atau disebut dengan fermentasi.
Proses Pencernaan pertama terjadi di mulut. Di mulut, terjadi pencernaan
mekanis yang dibantuu dengan saliva. Saliva berfungsi untuk membantu penelanan, buffer (ph 8,4 – 8,5), dan suplai nutrien mikroba (70% urea).
Esophagus merupakan penghubung anatara mulut dan lambung dimana
terjadinya pencernaan fermentative. Keuntungan pencernaan secara fermentative diantaranya dapat
makan cepat dan menampung pakan banyak, dapat mencerna pakan kasar : sumber energi (VFA), dan dapat menggunakan NPN sebagai sumber protein. Sayangnya, banyak energi terbuang
sebagai gas metan dan protein
nilai hayati tinggi didegradasi menjadi
amonia.
·
RUMEN
Terletak
di sebelah kiri rongga perut. Permukaan dilapisi papila (papila lidah) yang memperluas permukaan untuk absorbsi. Terdiri 4 kantong (saccus) dan terbagi menjadi 4 zona.
o
KONDISI
- BK isi rumen : 10 -15%
- Temperatur : 39-40ºC
- pH = 6,7 – 7,0
- BJ = 1,022 – 1,055
- Gas: CO2,
CH4, N2, O2, H2, H2S
-
> mikroba: bakteri, protozoa, jamur
- Anaerob
o
FUNGSI
- Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
- Absorbsi : VFA,
amonia
- Lokasi mixing
o
PEMBAGIAN ZONA DI DALAM RUMEN
· PEMBAGIAN MIKROBIOLOGIS:
1. Zona
gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2,
O2
2. Zona
apung (pad zone) : Ingesta yang mengapung (ingesta baru dan mudah dicerna)
3. Zona
cairan (intermediate zone) : cairan dan absorbsi metabolit yang terlarut dalam cairan (>> mikroba)
4. Zona
endapan (high density zone) : ingesta tidak dapat dicerna dan benda-benda asing
FUNGSI:
- Tempat fermentasi oleh mikroba rumen
- Tempat absorpsi VFA, amonia
- Menyimpan bahan makanan→ fermentasi
- Lokasi mixing ingesta
· RETIKULUM
Secara
fisik tidak terpisahkan dari rumen. Memiliki lipatan-lipatan esofagus yang merupakan lipatan jaringan yang langsung dari esofagus ke omasum, Permukaan dalam memiliki papila seperti sarang laba-laba (honey
comb) perut jala.
o
FUNGSI
- tempat
fermentasi
- membantu
proses ruminasi
- mengatur
arus ingesta ke omasum
- Absorpsi
hasil fermentasi
- tempat
berkumpulnya benda-benda asing
· OMASUM
Terletak
di
sebelah kanan (retikulum)
garis median (disebelah rusuk 7-11). Bentuknya ellips, permukaan dalam berbentuk laminae
dan disebut
perut buku (pada lamina terdapat papila untuk absorpsi). Pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ
ini dilaporkan juga menghasilkan amonia
dan mungkin asam lemak
terbang (Frances dan Siddon, 1993).
o FUNGSI
-
Grinder dan Filtering
-
Fermentasi
-
Absorpsi
Pada
Abomasum, Intestinum, dan Colon terjadi Pencernaan secara enzimatis.
2.2 MIKROBA RUMEN
Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen
merupakan salah satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak
ruminansia dengan ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam
mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas
mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Yan
Offer dan Robert 1996). Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan
tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya
bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston dan Leng
1987).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan
yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty
Acids = VFA’s) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam
valerat serta asam isobutirat dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui
dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan
produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa
gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry, Thomson dan
Amstrong 1977). Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri,
karena biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi
ternak ruminansia. Sauvant, Dijkstra dan Mertens (1995) menyebutkan bahwa 2/3 –
3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari
protein mikroba. Produk akhir
fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan
digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasok utama
protein bagi ternak ruminansia.
Kualitas pakan yang rendah seperti yang umum terjadi di
daerah tropis menyebabkan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian
besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Soetanto (1994) menyebutkan hampir
sekitar 70 % kebutuhan protein dapat dicukupi oleh mikroba rumen.
Rumen merupakan ekosistem yang mengandung komponen biotic dan abiotik.
Komponen Biotik adalah mikroba rumen dengan populasi berkisar antara 1010
sampai 1012 sel/ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981) Mikroba
Rumen sangat diperlukan dalam proses pencernaan. Rumen mempunyai kondisi
lingkungan yang baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur di dalam rumen
berkisar antara 38O – 42O sedangkan pH rata – ratanya 6.8
atau berkisar antara 6 – 7. Mikroba yang ada di dalam rumen terdapat pada
partikel makanan, dalam cairan rumen dan menempel pada dinding rumen.
Mikroba rumen diklasifikasikan menjadi bakteri, protozoa dan fungi.
Meskipun aktifitas metabolismenya sama namun jumlah masing-masing spesies
berbeda tergantung bahan pakan yang dikonsumsi. Volume mikroba rumen kurang
lebih 3,6% dari total cairan rumen yang terdiri dari 50% siliata dan 50%
bakteri ukuran kecil.
·
Bakteri Rumen
Bakteri memiliki populasi terbanyak antara 109-1010
sel/mil cairan rumen ukurannya berkisar antara 0.3 - 50 µm. Bakteri tersebut
berbentuk spiral (Streptococcus) dan yang berbentuk batang (Eubakterium) dan bakteri
yang berbentuk bulat.
Bakteri bentuk batang dan spiral hidup secara anaerob sedangkan bentuk
coccus gram negative ada yang hidup aerob. Selain itu ada juga bakteri
fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup pada kondisi sedikit oksigen misalnya
streptococcus. Bakteri ini biasanya terdapat dalam dinding rumen.
Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966)
adalah :
-
bakteri
pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens,
Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens),
-
bakteri
pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola,
Ruminococcus sp),
-
bakteri
pencerna pati (Bakteroides ammylophilus,
Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica),
-
bakteri
pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus),
-
bakteri
pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).
·
Proptozoa
Rumen
Berdasarkan fungsinya terdapat beberapa kelompok protozoa yaitu kelompok
protozoa pencerna protein (misal Ophryoscolex Caudatus), pencerna selulosa,
hemiselulosa dan pati (antara lain diplodonium ostracodinium). Kelompok
protozoa pencerna selulosa, glukosa, pati dan sukrosa antara lain diplodinium
polyplastron.
Kelompok protozoa pencerna gula, glukosa, pati dan pectin antara lain isotricha intestinalis. Kelompok
protozoa pencerna maltosa, glukosa, selobiose
antara lain dasytricha ruminantrium. Kelompok protozoa pencerna maltosa,
pati dan sukrosa antara lain entodinnium caudatum.
Populasi yang terbanyak adalah ciliate yaitu berkisar antara 105
– 106 sel / ml (pada kondisi ternak sehat), sedangkan populasi
flagelata berkisar antara 102-104 sel/ml, dengan ukuran
berkisar antara 4,0 sampai 15,0 µm (ogimoto dan imai, 1981;jouany,1991)
populasi protozoa lebih rendah daripada bakteri, tetapi ukurannya lebih besar.
McDonald (1988), Yokoyama dan Johnson (1988) mengemukakan bahwa panjang protozoa berkisar antara 20 antara
200 µm, oleh karena total biomassa protozoa hampir sama dengan total biomassa
bakteri. Menurut Hungate (1966) Protozoa dibagi berdasarkan morfologinya, yaitu :
-
Holotrichs yang mempunyai silia hampir
diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel.
-
Oligotrichs
yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna
(Arora, 1989).
·
Fungis Rumen
Fungi rumen bersifat anaerob yang terdapat dalam rumen sebagian besar
mencerna serat kasar. Populasinya berjumlah 103-105
sel/ml cairan rumen (Jouany,1991 yang dikutip oleh Nur Kasim Suwardi, 2000).
Meskipun populasinya sedikit, namun sangat berperan dalam mencerna serat kasar.
Fungi Rumen sangat efektif mdalam melonggarkan ikatan jaringan tanaman dan
diperkirakan menjadi mikroba rumen pertama yang mencerna struktur tanaman.
Menurut pendapat Preston dan Leng, 1987, Fungi akan memecah ikatan
hemiselulosa-lignin dan melarutkan pelindung lignin, tapi tidak mendegradasi
lignin. Komponen tanaman dari berbagai hijauan menyebabkan peningkatan yang
besar populasi fungi. Secara in vitro, perkembangan aktivitas fungi rumen
dihambat oleh bakteri rumen karena pemanfaatan N dan asam laktat oleh bakteri.
Fungi terdiri dari Yeast (ragi) seperti Saccharomyces dan Mould (Jamur). Untuk hidupnya, jamur
seperti Neocallimastix frontalis, Piramonas communis, dan Sphaeromonas
communis, membutuhkan kondisi anaerob.
2.3 Fermentasi Mikroba Rumen
Bentuk anatomi dan fungsi fisiologis rumen menempatkan ternak ruminansia
pada peranannya yang sangat penting sebagai ternak yang paling efisien dalam
menggunakan bahan makanan murah dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia.
Rumen merupakan bagian terbesar dari perut ruminansia. Di dalam rumen
terdapat sejumlah mikroba yang memungkinkan ternak memanfaatkan
komponen-komponen yang tidak dapat dicerna oleh enzim perut dan disebut dengan
fermentasi. Fermentasi oleh mikroba rumen misalnya hidrolisis karbohidrat
menjadi monosakarida dan disakarida kemudian di fermentasi menjadi asam asetat,
propionate dan butirat. Sedangkan protein sebagian besar dirombak menjadi
peptide, asam amino, ammonia, dan VFA yang selanjutnya disintesis menjadi sel
mikroba untuk kemudian dicerna dalam usus. Lemak akan dihirolisis menjadi asam
lemak dan gliserol.
Mikroba juga membentuk vitamin B komplek. Mikroba juga membentuk asam
amino yang mengandung sulfur dari sulfur anorganik sebagai sumber NPN. Tidak
semua mikroba perombak N dapat memanfaatkan ammonia beberapa jenis hanya
menggunakan peptide dan asam amino. Namun sebagian besar mikroba menggunakan ammonia
untuk membentuk protein tubuhnya. Menurut Satter dan Slytter, biosintesis
tertinggi protein mikroba dicapai pada konsentrasi ammonia sekitar 50 mg/l
cairan rumen.
Fermentasi adalah perubahan kimia dari molekul – molekul kompleks
menjadi molekul sederhana sehingga lebih mudah dicerna oleh aktivitas enzim.
Aktivitas fermentasi mikroba tergantung sama ketersediaan substrat yang
diperlukan untuk hidup, berkembang, dan beraktivitas, tergantung jumlah dan
mutu pakan. Fermentasi mikroba rumen terdiri dari Fermentasi Karbohidrat,
Fermentasi Protein, dan Fermentasi Lemak.
·
Fermentasi
Karbohidrat
Karbohidrat dapat diperoleh dari Serat Kasar yang
terdiri dari Selulosa, Hemiselulosa, dan Pati. Bakteri Pencerna selulosa,
seperti Ruminococcus albus, Butyrovibrio fibrisolvens, dan Clostridium
lockheadii, akan menghidrolisis selulosa dari pakan berserat kasar. Oleh karena
itu, kadar serat kasar minimal 15% dari BK ransum. Bakteri pencerna
Hemiselulosa, misalnya Bacteroides ruminicola, akan mencerna pentose, heksosa,
dan asam uronat. Sedangkan bakteri pencerna pati seperti Lactobacillus
ruminatum, penting untuk memanfaatkan N dari NPN dalam ransum yang biasa
terdapat pada biji – bijian dan konsentrat.
Selulosa
|
metanogenesis
|
CO2
|
metanogenesis
|
M. bacterium
|
CH4
|
S. ruminatium
|
Propionat + Asetat+ CO2
|
Butyrofibrio fibrosolvens
|
CO2 + Asetat + H2O
|
S. ruminatium
|
VFA (butirat)
|
R.flavifaciens
|
Formiat
|
Asetat + Suksinat + H2
|
B.Succinogenes
|
R.albus
|
CO2 + Asetat + Suksinat
|
CO2 + Asetat + H2
|
Propionat
|
Fragmen Selulosa
|
Gambar 1. Bagan
Fermentasi Selulosa oleh Mikroba Rumen
·
FERMENTASI
PROTEIN
Protein
pakan di dalam rumen akan mengalami hidrolisis oleh enzim proteolitik menjadi asam amino dan
oligopeptida. Selanjutnya asam asam amino
mengalami
katabolisme lebih lanjut menghasilkan amonia, VFA dan CO2. Amonia menjadi sumber nitrogen
utama untuk sintesis de novo asam-asam
amino
bagi mikroba rumen. Proses metabolisme tersebut mengungkapkan bahwa nutrisi protein ternak
ruminan sangat tergantung pada proses sintesis protein
mikroba rumen. Produk hidrolisa protein sebagian besar akan mengalami 15 katabolisme
lebih lanjut (deaminasi), sehingga dihasilkan amonia (NH3). Amonia asal perombakan protein pakan
tersebut sangat besar kontribusinya terhadap amonia rumen. Diperlukan kisaran
konsentrasi amonia tertentu untuk
memaksimumkan
laju sintesa protein mikroba. Karena itu kelarutan dan degradibilitas protein pakan sangat
penting untuk diketahui (Arora, 1989).
Amonia
(NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan kucukupannya dalam rumen untuk
memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan
mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1990).
Menurut
Haryanto (1994), konsentrasi amonia di dalam rumen ikut menentukan efisiensi sintesa
protein mikroba yang pada gilirannya akan
mempengaruhi
hasil fermentasi bahan organik pakan. Konsentrasi amonia sebesar 50 mg/100ml
(setara dengan 3.57 mM/L) di alam
cairan rumen dapat dikatakan optimum untuk menunjang sintesa protein mikroba rumen (Satter dan Slyter,
1974), sedangkan kadar amonia yang
dibutuhkan
untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal berkisar antara 4-12 mM (Erwanto et
al. 1993). Pengamatan secara in vivo yang
dilakukan
oleh Mehrez et al. (1977), kadar amonia cairan rumen yang optimal untuk pertumbuhan mikroba yang
maksimal adalah 16,79 mM. Konsentrasi
amonia
menggambarkan kecepatan produksi dari pencernaan nitrogen.
Produk akhir degradasi purin dan pirimidin
pada ruminansia adalah alantoin (Arora,1995),
terutama berasal dari mikroba rumen dan dalam jumlah kecil berasal dari jaringan hewan atau
disebut alantoin endogen. Kadar alantoin
endogen
semakin kecil bila suplai alantoin eksogen meningkat. Alantoin, asam urat, xanthin dan
hipoxanthin merupakan produk degradasi
purin
yang dapat dideteksi dalam urin. Alantoin dalam urin dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya
penyedia protein mikroba rumen terhadap induk semangnya.
Jika ekskresi alantoin dalam urin tinggi, ini berarti bahwa protein
banyak yang diserap
oleh mikroba rumen dan terjadi proses katabolisme.
Ekskresi
turunan purin di dalam urin dapat dijadikan indikator pasokan protein asal mikroba rumen untuk ternak
induk semang, dan kadar alantoin yang didapat pada
umumnya 2.13 mmol hari-1. Suplai protein meningkat seiring dengan 16 meningkatnya
kadar alantoin. Ekskresi alantoin berbanding lurus dengan alantoin mikroba rumen yang diserap, jika
diasumsikan perbandingan protein dengan
alantoin
dalam populasi mikroba rumen adalah tetap. Sintesis protein mikroba rumen dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan Y = 1.995 + 3.8799 X
(Chen
et al. 1992).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Mikroba
Rumen diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu Bakteri, Protozoa, dan Fungi.
·
Proses
Fermentasi terjadi di rumen dan setiap mikroba mendegradasi bahan pakan sesuai
substratnya.
·
Selulosa,hemiselulosa, pati, gula, dan protein didegradasi oleh Bakteri
·
Multisubstrat
seperti selulosa-hemiselulosa-pati, selulosa-glukosa-pati-sukrosa,
gula-glukosa-pati-pectin, maltose-glukosa-selobiose, maltose-pati-sukrosa, dan
protein didegradasi oleh protozoa
·
Ikatan
jaringan hemiselulosa-lignin dilonggarkan oleh fungi
3.2 Saran
Diharapkan agar
mahasiswa lebih banyak diberi pemahaman mengenai struktur fisiologis dan
fungsional dari hewan ruminansia, agar dalam perkembangannya mahasiswa dapat
mengetahui fungsi masing-masing bagian pencernaan ternak ruminansia.
DAFTAR
PUSTAKA
Arora,
S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada
Ruminansia. Yogyakarta
: Penerbit
Gajah Mada Press
Czerkawski,
J.W.
1986. An Introduction to Rumen Studies.
Oxford: Pergamon Press.
Yulianti, An-an
& Elvia Hernawan. 1991. Proses Pencernaan Protein Dalam Rumen. Bandung :
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Satter, L.D. and
L.L. Slyter.1974. Effect of Ammonia
Concentration in Rumen Microbial Protein Production In Vitro. Br. J. Nutr.
, 35 : 199.
Winugroho,
M. 1991. Pedoman Cara Pemanfaatan Jerami
Padi pada Pakan Ruminansia. Bogor : Puslitbangnak Litbang Pertanian.
Hungate,
R.E. 1996. The Ruminant and Its
Microbes. New York, London, San Frasisco : Agricultural experimental
Station, University Of California. Academic Press.
Leng, R.A.
1990. Factors affecting the utilization
of 'poor-quality' forages by ruminants
articularly under tropical conditions. Nutrition Research Reviews 3.
Sutardi
T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan
Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. DITJEN Peternakan- FAO.
No comments:
Post a Comment