MasterTernak

Saturday, 21 April 2018

MANAJEMEN REPRODUKSI TERNAK POTONG



MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG
Manajemen Reproduksi Ternak Potong


Description: D:\LOGO KAMPUS\20170124115007.png
Oleh:
Frederikus Simplisius Fono
1505030211







FAKULTAS PETERNAKAN
UNUVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
            Ternak potong merupakan suatu komoditi ternak yang diarahkan untuk tujuan produksi. Pengembangan terhadap ternak potong harus memperhatikan karakteristik setiap individu atau komoditi ternak, sehingga input teknologi yang diimplementasikan dalam setiap usaha ternak potong perlu disesuaikan dengan sifat reproduksi, pertumbuhan dan kemampuan adaptasi dari ternaknya. Pengenalan terhadap sifat karakteristik bangsa penting untuk dapat mengetahui ternak tersebut secara genetik masih murni ataukah sudah merupakan hasil persilangan. Kemurnian ternak terkait dengan potensi genetik. Produksi ternak potong pada perlakuan budidaya yang sama akan menampilkan kinerja yang berbeda pula apabila indikator bangsa dan kemurniannya berbeda.
            Ternak potong ruminansia, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Sebab seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya. Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging.
            Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi pedaging meliputi pengelolaan perkandangan, pembibitan, pengelolaan pakan, perawatan dan pengamanan biologis.
1.2. Tujuan
Untuk menegetahui manajemen reproduksi atau breeding ternak potong ruminansia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Manajemen Reproduksi/Breeding Ternak Potong Ruminansia
a)    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebuntingan dan factor-faktor tang berpengaruh.
            Setelah kita tahu bahwa ternak itu bunting maka yang harus kita lakukan yaitu kita harus memperhatikan manajemen  memberi pakan yang cukup dan bernutrisi tinggi pada ternak yang sedang bunting, memperbaiki kondisi kandang apabila kandang dalam keadaan tidak mendukung, menjaga kondisi kandang agar tetap bersih dan kering, menjaga ternak yang sedang bunting dari gangguan pejantan atau ternak lain sehingga kebuntingan dari ternak tersebut dapat terjaga hingga saat beranaknya tiba.
-          Factor-faktor yang mempengaruhi kebuntingan antara lain: Lama kebuntingan spesies ternak ruminansia  secara genetis sudah tertentu, meskipun juga sedikit dipengaruhi oleh faktor – faktor induk, jenis kelamin, fetus, genetik, penyakit dan lingkungan.
·         Faktor induk memperngaruhi lama kebuntingan pada berbagai spesies, semakin tua umur induk semakin lama periode kebuntingan.
·         Factor fetus juga dapat mempengaruhi lama kebuntingan.
·         Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap lama kebuntingan; biasanya fetus jantan menyebabkan kebuntingan berlangsung lebih lama 1 sampai 2 hari dari pada fetus betina.
·         Ukuran fetus juga memengaruhi lama kebuntingan , yaitu fetus yang lebih besar akan semakin lama kebuntingannya dibandingkan fetus yang lebih kecil, karena ukuran fetus memengaruhi lama kebuntingan dengan mempercepat waktu inisiasi kelahiran.
·         Faktor genetis mempengaruhi lama kebuntingan sebagai contoh perkawinan silang akan berbeda lama kebuntingannya dibandingkan dengan perkawinan dalam.
·         Penyakit – penyakit yang mengganggu kesehatan endometrium, fetus dan plasenta dapat menyebabkan abortus atau pemendekan waktu kebuntingan, selain itu pemendekan waktu kebuntingan juga dapat disebabkan oleh kekurangan gizi, penyakit defisiensi, kelaparan dan stres.
b)      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam beranak yaitu tanda-tanda dan fase-fase beranak, persiapan sebelum beranak dan hal-hal yang dikerjakan saat beranak dan setelah beranak dan kelainan yang terjadi selama beranak.
Tanda-Tanda Dan Fase Beranak.
Induk sapi yang menghadapi saat-saat akan beranak akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:
·         Terjadinya pembengkakan vulva
·         Ambing membesar dan membengkak pada waktu menjelang kelahiran
·         Keluarnya air susu pada puting bila diperas
·         Urat daging di sekitar panggul mengendor dan di sekeliling pangkal ekor mencekung
·         Membukanya cerviks dan keluar cairan yang lebih encer dalam jumlah banyak
·         Sapi menjadi gelisah, dengan sebentar-sebentar merebahkan diri kemudian bangkit kembali secara berulang kali
Dalam proses kelahiran juga akan terdapat tiga fase kelahiran yaitu sebagai berikut:
a. Fase I, pengendoran :
- Induk gelisah dan sering merejan
- Terjadinya kontraksi pada uterus
- Pengendoran pada cerviks
b. Fase II, pengeluaran foetus :
- Terjadinya pengendoran pada cerviks sampai foetus lahir
- Induk berbaring dan merejan
- Amnion terlihat pada vulva
- Pecahnya amnion
- Keluarnya foetus dan langsung dijilati induknya
- Pedet mulai berdiri sekitar 10-15 menit kemudian
- Setelah 0,5-1 jam pedet akan mencari putting induknya dan dengan instingnya pedet akan  menyusu sendiri.
c. Fase III, pengeluaran plasenta :
- Setelah keluar foetus maka 0,5-1 jam akan keluar plasenta (membran pembungkus   foetus)
·         Beberapa persiapan yang perlu dilakukan apabila sapi memperlihatkan gejala-gejala akan beranak adalah: Untuk menghadapi induk yang akan beranak , peternak perlu melakukan persiapan-persiapan antara lain (Ikapi, 1995) :
1.Mengupayakan kandang selalu dalam keadaan kering, bersih dan hangat.
2.Membuat ukuran ruangan kandang yang cukup longgar, supaya induk dapat bergerak lebih bebas. Maka pada saat-saat menjelang induk dapat itu melahirkan sebaiknya tidak diikat, tetapi dilepas saja.
3.Menjauhkan dari segala gangguan yang mengejutkan, baik yang bersifat fisik seperti benturan, dipukul, jatuh tergelincir, dan kemungkinan kena tanduk dari sesama sapi. Suara-suara gaduh, suara keras yang mengejutkan pun harus dihindarkan.
4.Memandikan atau membersihkan induk bunting dengan larutan pencuci hama yang sifatnya ringan untuk menghindari organisme penyebab scours yang sekiranya dapat mengancam keselamatan pedet.
5.lantai kandang diberi alas, berupa jerami padi kering sebagai alas agar cairan yang keluar selama proses kelahiran dapat terserap dengan cepat.
6.Sediakan obat-obatan untuk mengantisipasi keadaan yang darurat.
Hal-hal yang dikerjakan saat beranak dan setelah beranak dan kelainan yang terjadi selama beranak.
Ø  Saat beranak
·         Induk ditempatkan dalam kandang yang agak luas. Tujuannya agar induk dapat      leluasa bergerak.
·         Selain itu, lantai kandang beranak  sudah harus diberi alas rumput/ jerami kering.
·         Sementara itu, ember tempat minum tidak boleh diletakkan di dalam kandang karena apabila anak yang baru lahir bisa masuk kedalam ember.
·         Peternak sebaiknya berada di dalam kandang. Tujuannya agar bisa membantu kelahiran bila diperlukan.
Ø  Setelah beranak
·         Setelah beranak, induk sapi biasnya membersihkan lendir yang menempel pada anaknya dengan jilatan-jilatan. Namun apabila induknya lemah dan tidak mampu segera melakukannya, maka kita perlu menolong membersikannya, terutama yang mengganggu lubang pernafasannya dengan menggunakan  kain yang bersih.
·         Tali pusar dipotong sekitar 10 cm dan bekas luka diolesi dengan yodium untuk menghindari infeksi atau radang pusar
·         Ambing susu induk dibersihkan dengan air hangat agar pada saat pedet menyusui, ambing sudah bersih dan tidak terkontaminasi bakteri
·         Diusahakan pedet dapat minum susu kolustrum (susu induk yang baru melahirkan sampai dengan umur satu minggu) untuk mendapatkan zat laksan dan kekebalan

Ø  Kelainan yang terjadi selama beranak.
Salah satu kelainan pada sapi saat beranak antara lain adalah distokia.Distokia pada sapi adalah suatu keadaan dimana sapi mengalami kesulitan melahirkan. Kejadian distokia pada sapi diperkirakan sebesar 3,3%.
Kasus distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, hewan yang kurang bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada rahim. Distokia dapat disebabkan oleh faktor induk dan faktor anak (fetus). Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Untuk meningkatkan manajemen reproduksi atau breeding dari ternak ruminansia potong khususnya sapi, maka kesehatan reproduksi dari ternak potong tersebut berperan didalam mencegah kejadian atau kelainan reproduksi yang mungkin timbul dalam suatu usaha peternakan sapi dengan mengutamakan upaya-upaya pencegahan karena bagaimanapun juga upaya pencegahan selalu lebih baik dari pada upaya pengobatan. Pencegahan penyakit atau kelainan bisa dalam bentuk pemberian pakan yang berkualitas, sanitasi kandang, perlakuan khusus saat sebelum dan sesudah pemerahan, pengobatan cacing secara masal, vaksinasi ataupun diagnosis secara dini untuk mengetahui suatu penyakit atau kelainan pada ternak ruminansia potong khususnya ternak sapi.
3.2. Saran
            Agar produktivitas dari ternak potong ruminansia khususnya sapi dapat meningkat maka kita harus melakukan pemeliharaan dengan menggunakan manajemen pemeliharaan yang baik dan benar.












DAFTAR PUSTAKA


Hafez, B; Hafez ESE (2000). Reproduction in Farm Animal (dalam bahasa English) (ed. 7). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Hafez, E.S.E., 2000. Reproduction in Farm Animai. 6th Edition. Lea and Febiger. Philadelpia
Jackson PGG (2004). Handbook of Veterinary Obstetric. Elsevier Saunders Company.
Manan, D (2002). Ilmu Kebidanan pada Ternak (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Meredith MJ (2000). Animal Breeding and Infertility (dalam bahasa English). Australia: Blackwell Science Ltd.
Partodiharjo, Soebadi. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta Pusat: Mutiara Sumber Widya.
Toelihere, M. R, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
Tomaszewaka, M. W., Sutama, I.K., Putu, I.G. dan Chaniago, T.D. 1991. Reproduksi, Tingkah laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Vincent, B. 2005. Farming Meat Goats. Breeding, Production and Marketing. Landlinks Press, Coolingwood, Australia. 267 p.
Winantea, A., 1993. Reproduksi dan Dasar-dasar Endokrinologi pada Hewan-hewan Ternak. Universitas Brawijaya. Malang

No comments:

Post a Comment

MasterTernak

Tanah Viqueque/renzina

TANAH VIQUEQUE/RENZINA                Tanah Viqueque/renzina ditemukan diatas batu kapur daerah lembab di Jawa, Nusa tenggara, Sulawesi, M...