MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG
Manajemen Reproduksi Ternak Potong

Oleh:
Frederikus Simplisius Fono
1505030211
FAKULTAS PETERNAKAN
UNUVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ternak
potong merupakan suatu komoditi ternak yang diarahkan untuk tujuan produksi.
Pengembangan terhadap ternak potong harus memperhatikan karakteristik setiap
individu atau komoditi ternak, sehingga input teknologi yang diimplementasikan
dalam setiap usaha ternak potong perlu disesuaikan dengan sifat reproduksi,
pertumbuhan dan kemampuan adaptasi dari ternaknya. Pengenalan terhadap sifat
karakteristik bangsa penting untuk dapat mengetahui ternak tersebut secara
genetik masih murni ataukah sudah merupakan hasil persilangan. Kemurnian ternak
terkait dengan potensi genetik. Produksi ternak potong pada perlakuan budidaya
yang sama akan menampilkan kinerja yang berbeda pula apabila indikator bangsa
dan kemurniannya berbeda.
Ternak
potong ruminansia, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan
penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Sebab seekor atau sekelompok
ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan
berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit,
tulang dan lain sebagainya. Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi
berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat
berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan
bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging.
Manajemen
pemeliharaan komoditas ternak sapi pedaging meliputi pengelolaan perkandangan,
pembibitan, pengelolaan pakan, perawatan dan pengamanan biologis.
1.2.
Tujuan
Untuk
menegetahui manajemen reproduksi atau breeding ternak potong
ruminansia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Manajemen Reproduksi/Breeding Ternak Potong Ruminansia
a) Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam kebuntingan dan factor-faktor tang berpengaruh.
Setelah kita tahu bahwa ternak itu bunting maka yang harus kita lakukan yaitu kita harus memperhatikan manajemen memberi pakan yang cukup dan bernutrisi tinggi pada ternak yang sedang bunting, memperbaiki kondisi kandang apabila kandang dalam keadaan tidak mendukung, menjaga kondisi kandang agar tetap bersih dan kering, menjaga ternak yang sedang bunting dari gangguan pejantan atau ternak lain sehingga kebuntingan dari ternak tersebut dapat terjaga hingga saat beranaknya tiba.
Setelah kita tahu bahwa ternak itu bunting maka yang harus kita lakukan yaitu kita harus memperhatikan manajemen memberi pakan yang cukup dan bernutrisi tinggi pada ternak yang sedang bunting, memperbaiki kondisi kandang apabila kandang dalam keadaan tidak mendukung, menjaga kondisi kandang agar tetap bersih dan kering, menjaga ternak yang sedang bunting dari gangguan pejantan atau ternak lain sehingga kebuntingan dari ternak tersebut dapat terjaga hingga saat beranaknya tiba.
- Factor-faktor yang mempengaruhi
kebuntingan antara lain: Lama kebuntingan spesies ternak ruminansia secara genetis sudah tertentu, meskipun juga
sedikit dipengaruhi oleh faktor – faktor induk, jenis kelamin, fetus, genetik,
penyakit dan lingkungan.
·
Faktor induk memperngaruhi lama
kebuntingan pada berbagai spesies, semakin tua umur induk semakin lama periode
kebuntingan.
·
Factor fetus juga dapat mempengaruhi
lama kebuntingan.
·
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap
lama kebuntingan; biasanya fetus jantan menyebabkan kebuntingan berlangsung
lebih lama 1 sampai 2 hari dari pada fetus betina.
·
Ukuran fetus juga memengaruhi lama
kebuntingan , yaitu fetus yang lebih besar akan semakin lama kebuntingannya
dibandingkan fetus yang lebih kecil, karena ukuran fetus memengaruhi lama
kebuntingan dengan mempercepat waktu inisiasi kelahiran.
·
Faktor genetis mempengaruhi lama
kebuntingan sebagai contoh perkawinan silang akan berbeda lama kebuntingannya
dibandingkan dengan perkawinan dalam.
·
Penyakit – penyakit yang mengganggu
kesehatan endometrium, fetus dan plasenta dapat menyebabkan abortus atau
pemendekan waktu kebuntingan, selain itu pemendekan waktu kebuntingan juga
dapat disebabkan oleh kekurangan gizi, penyakit defisiensi, kelaparan dan
stres.
b) Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam beranak yaitu tanda-tanda dan fase-fase beranak,
persiapan sebelum beranak dan hal-hal yang dikerjakan saat beranak dan setelah
beranak dan kelainan yang terjadi selama beranak.
Tanda-Tanda
Dan Fase Beranak.
Induk
sapi yang menghadapi saat-saat akan beranak akan memperlihatkan tanda-tanda
sebagai berikut:
·
Terjadinya pembengkakan vulva
·
Ambing membesar dan membengkak pada
waktu menjelang kelahiran
·
Keluarnya air susu pada puting bila
diperas
·
Urat daging di sekitar panggul mengendor
dan di sekeliling pangkal ekor mencekung
·
Membukanya cerviks dan keluar cairan
yang lebih encer dalam jumlah banyak
·
Sapi menjadi gelisah, dengan
sebentar-sebentar merebahkan diri kemudian bangkit kembali secara berulang kali
Dalam
proses kelahiran juga akan terdapat tiga fase kelahiran yaitu sebagai berikut:
a.
Fase I, pengendoran :
-
Induk gelisah dan sering merejan
-
Terjadinya kontraksi pada uterus
-
Pengendoran pada cerviks
b.
Fase II, pengeluaran foetus :
-
Terjadinya pengendoran pada cerviks sampai foetus lahir
-
Induk berbaring dan merejan
-
Amnion terlihat pada vulva
-
Pecahnya amnion
-
Keluarnya foetus dan langsung dijilati induknya
-
Pedet mulai berdiri sekitar 10-15 menit kemudian
-
Setelah 0,5-1 jam pedet akan mencari putting induknya dan dengan instingnya
pedet akan menyusu sendiri.
c.
Fase III, pengeluaran plasenta :
-
Setelah keluar foetus maka 0,5-1 jam akan keluar plasenta (membran
pembungkus foetus)
· Beberapa persiapan yang perlu
dilakukan apabila sapi memperlihatkan gejala-gejala akan beranak adalah: Untuk
menghadapi induk yang akan beranak , peternak perlu melakukan
persiapan-persiapan antara lain (Ikapi, 1995) :
1.Mengupayakan
kandang selalu dalam keadaan kering, bersih dan hangat.
2.Membuat
ukuran ruangan kandang yang cukup longgar, supaya induk dapat bergerak lebih
bebas. Maka pada saat-saat menjelang induk dapat itu melahirkan sebaiknya tidak
diikat, tetapi dilepas saja.
3.Menjauhkan
dari segala gangguan yang mengejutkan, baik yang bersifat fisik seperti
benturan, dipukul, jatuh tergelincir, dan kemungkinan kena tanduk dari sesama
sapi. Suara-suara gaduh, suara keras yang mengejutkan pun harus dihindarkan.
4.Memandikan
atau membersihkan induk bunting dengan larutan pencuci hama yang sifatnya
ringan untuk menghindari organisme penyebab scours yang sekiranya dapat
mengancam keselamatan pedet.
5.lantai
kandang diberi alas, berupa jerami padi kering sebagai alas agar cairan yang
keluar selama proses kelahiran dapat terserap dengan cepat.
6.Sediakan
obat-obatan untuk mengantisipasi keadaan yang darurat.
Hal-hal
yang dikerjakan saat beranak dan setelah beranak dan kelainan yang terjadi
selama beranak.
Ø Saat
beranak
·
Induk ditempatkan dalam kandang yang
agak luas. Tujuannya agar induk dapat leluasa bergerak.
·
Selain itu, lantai kandang beranak sudah harus diberi alas rumput/ jerami
kering.
·
Sementara itu, ember tempat minum tidak
boleh diletakkan di dalam kandang karena apabila anak yang baru lahir bisa
masuk kedalam ember.
·
Peternak sebaiknya berada di dalam kandang.
Tujuannya agar bisa membantu kelahiran bila diperlukan.
Ø Setelah
beranak
·
Setelah beranak, induk sapi biasnya
membersihkan lendir yang menempel pada anaknya dengan jilatan-jilatan. Namun
apabila induknya lemah dan tidak mampu segera melakukannya, maka kita perlu
menolong membersikannya, terutama yang mengganggu lubang pernafasannya dengan
menggunakan kain yang bersih.
·
Tali pusar dipotong sekitar 10 cm dan
bekas luka diolesi dengan yodium untuk menghindari infeksi atau radang pusar
·
Ambing susu induk dibersihkan dengan air
hangat agar pada saat pedet menyusui, ambing sudah bersih dan tidak
terkontaminasi bakteri
·
Diusahakan pedet dapat minum susu
kolustrum (susu induk yang baru melahirkan sampai dengan umur satu minggu)
untuk mendapatkan zat laksan dan kekebalan
Ø Kelainan
yang terjadi selama beranak.
Salah
satu kelainan pada sapi saat beranak antara lain adalah distokia.Distokia pada
sapi adalah suatu keadaan dimana sapi mengalami kesulitan melahirkan. Kejadian
distokia pada sapi diperkirakan sebesar 3,3%.
Kasus
distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang
masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat
dikawinkan, hewan yang kurang bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada
rahim. Distokia dapat disebabkan oleh faktor induk dan faktor anak (fetus).
Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya kegagalan untuk
mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau
terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul
yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya
defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan
posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang
terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor
pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Untuk
meningkatkan manajemen reproduksi atau breeding dari ternak ruminansia potong
khususnya sapi, maka kesehatan reproduksi dari ternak potong tersebut berperan
didalam mencegah kejadian atau kelainan reproduksi yang mungkin timbul dalam
suatu usaha peternakan sapi dengan mengutamakan upaya-upaya pencegahan karena
bagaimanapun juga upaya pencegahan selalu lebih baik dari pada upaya
pengobatan. Pencegahan penyakit atau kelainan bisa dalam bentuk pemberian pakan
yang berkualitas, sanitasi kandang, perlakuan khusus saat sebelum dan sesudah
pemerahan, pengobatan cacing secara masal, vaksinasi ataupun diagnosis secara
dini untuk mengetahui suatu penyakit atau kelainan pada ternak ruminansia
potong khususnya ternak sapi.
3.2.
Saran
Agar
produktivitas dari ternak potong ruminansia khususnya sapi dapat meningkat maka
kita harus melakukan pemeliharaan dengan menggunakan manajemen pemeliharaan
yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Hafez,
B; Hafez ESE (2000). Reproduction in Farm Animal (dalam bahasa English) (ed.
7). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Hafez,
E.S.E., 2000. Reproduction in Farm Animai. 6th Edition. Lea and Febiger.
Philadelpia
Jackson
PGG (2004). Handbook of Veterinary Obstetric. Elsevier Saunders Company.
Manan,
D (2002). Ilmu Kebidanan pada Ternak (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Proyek
Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.
Meredith
MJ (2000). Animal Breeding and Infertility (dalam bahasa English). Australia:
Blackwell Science Ltd.
Partodiharjo,
Soebadi. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta Pusat: Mutiara Sumber Widya.
Toelihere,
M. R, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
Tomaszewaka,
M. W., Sutama, I.K., Putu, I.G. dan Chaniago, T.D. 1991. Reproduksi, Tingkah
laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Vincent,
B. 2005. Farming Meat Goats. Breeding, Production and Marketing. Landlinks
Press, Coolingwood, Australia. 267 p.
Winantea,
A., 1993. Reproduksi dan Dasar-dasar Endokrinologi pada Hewan-hewan Ternak.
Universitas Brawijaya. Malang
No comments:
Post a Comment