FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SAPI PERAH JENIS FH
DI NTT
Beberapa alasan sapi perah jenis FH
tidak dapat beproduksi dengan baik di NTT yaitu:

Pakan
ternak perah adalah bahan-bahan yang dapat diberikan kepada ternak perah
sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa menggangu kesehatan, dengan tujuan
selain untuk kelangsungan hidupnya secara normal juga diharapkan dapat
mengoptimalkan produksi. Tingginya produksi susu sapi perah ditentukan oleh
faktor kebakan atau keturunan sebesar 25% dan 75% ditentukan oleh faktor
lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap
produksi adalah “makanan”. Karena itu program penyediaan mkananan sapi perah
yang baik sangat diperlukan untuk meningkatkan keuntungan dari produksi yang
dihasilkan. Agar diperoleh hasil seoptimal mungkin diperlukan susunan ransum
yang seimbang, artinya ransum tersebut mengandung semua zat-zat maknan
(nutrisi) yang diperlukan dalam imbangna yang tepat (Soetarno, 2003).
Pemberian
zat makanan yang tidak cukup dan membatasi sekresi susu sapi perah karena laju
sintesis dan difusi dari berbagai komposisi susu yang berasal dari makanan yang
sifatnya sementara. Sapi perah selain diberi pakan hijauan, perlu diberi pakan
berupa konsentrat sebagai pelengkap zat gizi yang tidak diperoleh dari hijauan.
Konsentrat ( tidak terminus tambahan protein) merupakan bahan pakan yang
berenergi tinggi dan berserat rendah (< 18%) serta mengandung protein
20%, konsentrat semacam itu disebut konsentrat sumber energi. Selain itu
hijauan dapat berupa daun-daun seperti daun pisang, nangka, cemara, waru, yang
kandungan patinya cukup.

Pengertian iklim meliputi iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro merupakan interaksi komponen cuaca disuatu kawasan tertentu sedangkan iklim mikro merupakan interaksi komponen cuaca di wilayah yang sempit atau keadaan iklim disekitar ternak ditempatkan (Siregar, 1995).
Menurut Williamson dan Payne(1993)
menyatakan ada empat komponen iklim utama
yang berpengaruh terhadap kemampuan produktivitas
ternak yaitu : radiasi matahari, suhu
udara, kelembaban dan curah hujan. Hal ini sangat baik karena sapi perah
membutuhkan cuaca yang sedikit dingin.
Apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1 - 15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5 - 21ºC. Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya.

Diantara
bangsa sapi perah, sapi FH tergolong kedalam bangsa sapi yang paling tinggi
daya tahan panasnya. Hasil penelitian terhadap sapi FH di kawasan tropis
seperti Indonesia memperlihatkan bahwa penampilan produksinya tidak berselisih
jauh dengan di daerah asalnya yang bersuhu sejuk 18.3oC dengan
kelembaban sekitar 55%.
Oksidasi
makanan dalam tubuh menghasilkan panas. Jika sapi pernah berada dalam
lingkungan bersuhu tinggi , sapi tersebut akan mempertahankan diri dengan
mengurangi konsumsi. Hal ini mengakibatkan produksi air susunya juga turun.

Jenis
kandang untuk sapi perah ada tiga yaitu kandang laktasi tunggal, kandang
laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi dari
cuaca buruk, hujan, panas matahari serta keamanan dari gangguan binatang buas
dan pencurian (Timan, 2003). Bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha
sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi penggunan waktu dalam
pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pembangunan kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang,
parit (Sutarno, 1994).
Kebersihan
kandang merupakan syarat penting bagi sapi perah perlu selalu ditekankan dan
benar-benar diperhatikan. Kandang sapi perah di daerah tropis sebaiknya terbuka
(tidak berdinding) kecuali di daerah pegunungan yang udaranya dingin atau
anginnya kencang, kandang sebaiknya tertutup (berdinding), tetapi dapat dibuka
pada siang hari agar sirkulasi udara dapat dijaga (Soetarno, 2003).
KESIMPULAN
Dari
beberapa alasan di atas dapat simpulkan bahwa sapi perah yang ada NTT sangat
berpengaruh terhadap iklim, kualitas pakan, efek lingkungan terhadap penampilan
produksi dan system perkandang di NTT masih bersifat tradisional. Iklim wilayah Nusa Tenggara Timur beriklim
kering yang dipengaruhi oleh angin musim. Periode musim kemarau lebih panjang,
yaitu 7 bulan ( Mei sampai dengan Nopember ) sedangkan musim hujan hanya 5
bulan ( Desember sampai
dengan April ). Suhu udara rata-rata 27,6°C, suhu maksimum rata-rata 29°C, dan
suhu minimum rata-rata 26,1°C. Hal inilah yang menyebabkan peternakan sapi
perah di NTT masih sangat minim atau kurang berkembang dengan baik, hanya di
beberapa daerah saja yang mampu memelihara sapi perah dengan baik. Namun
pemeilharan sapi perah di daerah – daerah tertsebut masih di hadapkan dengan
beberapa masalah seperti kualitas pakan, efek lingkungan dan system
perkandangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
( 19 febuari
2012).
No comments:
Post a Comment