MasterTernak

Monday, 28 May 2018

Manajemen Kesehatan Ternak


Bab I
Tinjauan Puataka
A.      Latar belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi yang besar di bidang pertanian. Dalam sektor pertanian, peran subsektor peternakan sangat penting sebagai pendukung penyediaan protein hewani yang berasal dari ternak. Program ketahanan dan keamanan pangan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia saat ini telah dilakukan melalui program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) yang telah dicanangkan pada beberapa tahun yang lalu. Melalui PSDSK ini pemerintah bertekad mewujudkan ketahanan pangan hewani yang berasal dari ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong.
Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan potensi dalam negeri. Berbagai hambatan muncul dalam program PSDSK ini yang salah satunya adalah penyakit pada ternak sapi dan kerbau. Penyakit pada ternak sapi dan kerbau dapat disebabkan oleh infeksi patogen seperti bakteri, virus, parasit dan jamur, sedangkan penyebab yang non infeksi diantaranya adalah pakan, genetik, lingkungan, kandang, dan pola pemeliharaan.
Usaha ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba memiliki potensi yang sangat menjanjikan dengan melimpahnya sumber pakan berupa hijauan yang merupakan kebutuhan utama ternak hewan ruminansia yang dapat diperoleh dengan sangat mudah. Bagi peternak, hal yang tidak diinginkan dalam usaha berternak ternak ruminansia adalah ternak tidak terjangkit suatu penyakit. Apabila ternak terkena suatu penyakit tentu akan membutuhkan biaya tambahan dalam pengobatannya. Faktor utama penyebab ternak terjangkit suatu penyakit yaitu dari segi lingkungan, makanan dan minuman, serta cara peternak memelihara hewan ternaknya yang dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung yang akan mempengaruhi kehidupa ternaknya.
Penyakit pada hewan ternak dapat dikategorikan sebagai penyakit yang menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh agen patogen seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur. Ada juga penyakit yang menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh agen infeksius seperti senyawa beracun atau gangguan metabolisme. Penularan penyakit dapat dibedakan juga dengan hanya menular antar hewan dan menular dari hewan ke manusia (zoonosis).
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur pada sapi/kerbau yang sering dijumpai atau bahkan jarang terjadi di lingkungan masyarakat yaitu kegagalan reproduksi pada sapi atau kerbau.

B.       Rumusan masalah
*      Infeksi penyakit penyebab kemajiran ternak betina yang umum dan sering terjadi ?
*      Bagaimaan gambaran penyakit sampai bisa menyebabkan kemajiran ternak betina?
*      Bagaimana pencegahan dan penanganannya ?

C.       Tujuan penulisan
*      Mengetahui penyebab kemajiran atau keguguran pada ternak sapi atau kerbau.
*      Mengetahui gejala yang dirimbulkan.
*      Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan kemajiran.

D.      Manfaat penulisan
*      Sebagai sumber informasi tentang mengenai penyakit-penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kemajiran pada ternak betina yang umum dan sering terjadi di kalangan hewan ternak.
*      Memberi informasi cara pencegahan dan penaganan supaya dapat meningkatkan produktivitas ternak yang berdampak pada kesejahteraan petani peternak dan masyrakat pada umumnya



Bab II
Dasar Teori
A.    Mekanisme Kebuntingan
Kebuntingan merupakan harapan bagi peternak untuk mendapatkan bakalan yang mempunyai mutu genetik baik dan bagus, mendapatkan susu ataupun mendapatkan peningkatan produksi susu pada fase laktasi lebih dari 1. Diawali dengan inseminasi buatan, pembuahan dan persiapan penempelan embrio pada uterus membutuhkan mekanisme hormonal yang komlpek. Lepasnya sel telur ( ovulasi ) setelah masa estrus akan dilanjutkan oleh pembentukan corpus hemoragicum, kemudian terbentuk badan kuning ( corpus luteum ) sebagai penghasil hormon progesteron yang membantu proses penempelan embrio.
Pada fase selanjutnya, hormon progesteron akan dihasilkan oleh plasenta untuk mempertahankan kebuntingan sampai pada saatnya kelahiran ( 280 hari ). Pada fase-fase tersebut, rahim membutuhkan kondisi tenang tanpa adanya goncangan/tekanan sedikitpun. Goncangan, tekanan ataupun rabaan yang terlalu keras pada rahim akan menyebabkan munculnya hormon prostaglandin yang akan melisiskan badan kuning, lisisnya atau luluhnya badan kuning menyebabkan gangguan produksi hormon progesteron dan tidak ada lagi yang mampu mempertahankan janin di dalam rahim.

B.     Penyebab Abortus
Secara umum kejadian abortus berdasarkan penyebabnya dibagi dua yaitu abortus yang diakibatkan oleh faktor infeksius dan non infeksius. Faktor non infeksius yang dapat mengakibatkan abortus diantaranya defisiensi vitamin A, D dan E, selenium, traumatik, benturan, munculnya hormon prostaglandin dari endometrial cup, atau injeksi prostaglandin. Selain itu, stres panas juga dapat menyebabkan hipotensi, hipoksia dan asidosis fetus. Temperatur induk yang tinggi pada kondisi demam bisa mempengaruhi kondisi fetus. Beberapa toksin yang dapat mengakibatkan abortus diantaranya adalah mikotoksin yang bersifat estrogenik.
Abortus yang bersifat infeksius dapat dibedakan berdasarkan agen penyebabnya, pada sapi yaitu:
·         Bakteri diantaranya Bruselosis yang disebabkan oleh Brucella abortus, Leptospirosis yang disebabkan oleh Leptospira, Vibriosis yang disebabkan oleh Vibrio foetus veneralis.
·         Virus diantaranya : Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Epizootic Bovine Abortion (EBA), Bovine Viral Diarrhea (BVD)
·         Jamur diantaranya : Aspergillus spp.
·         Protozoa diantaranya : Trichomoniasis yang disebabkan oleh Trichomonas foetus.
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur.
Sekitar 60-80% disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari semua abortus pada sapi.

C.    Gejala Klinis
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput foetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematous, dan nekrotik.

D.    Penularan
Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio pada saluran pernapasan rumenitis mikotik atau laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara gradual meyebabkan placentitis, hambatan pemberian makanan kepada foetus, kematian foetus, dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian.

E.     Diagnosa
Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari placenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan placental atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.

F.    PENYAKIT PADA SAPI POTONG
Dalam beternak sapi potong, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bagi para peternak, salah  satunya yaitu penyakit yang sering menyerang pada sapi potong. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang sering menyerang sapi potong beserta cara penanganannya.

1.         Abortus pada sapi disebabkan jamur
*     Penyebab
Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60-80% disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5-16% dari semua abortus pada sapi.
*     Gejala Klinis
Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput foetus. Chorion tebal, oedematous, seperti kulit dan nekrotik. Lesi utama terdapat pada placentoma, karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematous, dan nekrotik.
*      Penulasran
Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio pada saluran pernapasan rumenitis mikotik atau laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara gradual meyebabkan placentitis, hambatan pemberian makanan kepada foetus, kematian foetus, dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian.
*      Diagnosa
Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari placenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan placental atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.

2.      Brucellosis pada sapi
*      Penyebab
Brucellosis atau penyakit Bang disebabkan suatu kuman kecil berbentuk batang dan bersifat gram negatif, Brucella abortus, yang tumbuh di dalam sel. Bakteri ini pertama kali diuraikan oleh Bang di Denmark tahun 1897. Brucellosis terjangkit pada sapi di seluruh dunia, kecuali di negara-negara yang telah mengendalikan penyakit tersebut dengan vaksinasi atau dengan cara-cara lainnya


*      Cara penularan
Penularan dapat terjadi karena pembelian dan pemasukan satu betina yang tertular ke dalam suatu kelompok ternak. Materi yang tertular dapat terbawa dari suatu peternakan ke peternakan lain oleh anjing atau manusia. Infeksi sering terjadi karena ingesti kotoran dari alat kelamin hewan yang mengalami abortus yang mengkontaminasi makanan dan air. Penularan dapat pula terjadi melalui selaput lender mata dan intrauterin setelah inseminasi dengan semen yang tertular.
*      Gejala Klinis
Brucella abortus menyebabkan keguguran pada trimester terakhir masa kebuntingan dandiikuti oleh suatu periode infertilitas. Brucella abortus menyebabkan demam “undulans” atau brucellosis pada manusia yang meminum susu mentah yang belum dipasteurisasi atau bersentuhan dengan kotoran atau tenunan yang tertular. Keluron karena Brucella abortus umumnya terjadi dari bulan keenam sampai kesembila (setelah bulan kelima) periode kebuntingan. Kejadian abortus berkisar antara 5-90% dalam suatu kelompok ternak, tergantung dari jumlah hewan bunting yang tertular, daya penularan, virulensi organisme dan faktor lain.
*      Diagnosa
Diagnosa terhadap brucellosis diperlukan untuk dua tujuan, pertama untuk menetapkan sebab abortus pada satu individu ternak, dan kedua untuk mengidentifikasi ternak dalam rangka program pengendalian penyakit tersebut. Sejarah kelompok ternak sangat bermanfaat dalam  mendiagnosa penyebab abortus. Diagnosa perbandingan antara penyebab abortus cukup sulit dan tidak mungkin tanpa bantuan pemeriksaan laboratoris. Lesio placental pada brucellosis, vibriosis dan penularan jamur pada sapi nampak terlihat sama.
*      Identifikasi
Organisme Brucella abortus dapat diidentifikasi pada preparat ulas dari bahan paru-paru. Media tersebut umumnya diisolasi dalam media kultur atau pada marmut.
*      Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan brucellosis pada sapi didasarkan pada tindakan higiene dan sanitasi, vaksin anak sapi dengan Strain 19 dan pengujian serta penyingkiran sapi reaktor. Tindakan higienik sangat penting dalam program pencegahan brucellosis pada suatu kelompok ternak. Sapi yang tertular sebaiknya dijual atau dipisahkan dari kelompoknya. Fetus dan placenta yang digugurkan harus dikubur atau dibakar dan  tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4% larutan kresol atau desinfektan sejenis.

3.      Vibriosis atau Campilobakteriosis Pada Sapi
*        Penyebab
Campylobacteriosis yang disebabkan oleh Campylobacter foetus venerialis (dahulu disebut Vibrio foetus veneralis) adalah suatu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan dan ditandai oleh infertilitas dengan jumlah perkawinan yang makin tinggi untuk satu konsepsi. Umumnya ditemukan kematian embrio dini dan abortus pada bulan yang keempat sampai akhir masa kebuntingan. Sesuai dengan namanya Campylobacter foetus berbentuk koma (,) atau S. Pada suhu 60° ia akan mati dalam waktu 5 menit, tetapi dapat hidup 10-20 hari ditanah, rumput kering dan kotoran ternak tergantung pada kondisi suhu dan kelembapan.
*      Gejala Klinis
Gejala-gejala infeksi Campylobacter tidak tampak sebelum terjadi infertilitas. Gejala akut meliputi penurunan angka konsepsi sampai lebih rendah dari 10% dan infertilitas dapat berlangsung 2-6 bulan atau lebih.
*      Diagnosa
Diagnosa terhadap Campylobacter didasarkan pada kelompok ternak yang bersangkutan, anamnesa dan catatan reproduksi, pemeriksaan fisik individual pada ternak dalam kelompok, termasuk pejantan dan diagnosa laboratoris. Abortus umumnya terjadi dalam bulan ke-5 sampai ke-8 masa bunting.
* Pengendalian
Cara terbaik dan termudah dalam pengendalian infeksi Campylobacter Foetus adalah tenik inseminasi buatan dengan semen dari pejantan yang sehat.
*      Pengobatan
Pengobatan terhadap individu satu betina dapat dilakukan dengan infusi antibiotik secara intra uterin seperti penstrep dalam larutan air atau minyak atau antibiotik berspektum luas.


4.      Penyakit Jembrana (JD)
*        Hewan rentan
Penyakit jembrana (JD) hanya menyerang sapi Bali, sebegitu jauh penyakit jembrana tidak ditemui pada rumpun sapi yang lain. Sapi yang terserang berumur lebih dari 1 tahun dan yang terbanyak 4 – 6 tahun dan jenis kelamin tidak mempengaruhi kejadian penyakit ini.
*        Cara penularan
Sumber Infeksi: sampai saat ini belum diketahui dengan pasti sumber infeksi dari penyakit jembrana ini. Peranan vecto : lewat penyakit insect born, Ex : Culicoides sp dan nyamuk.
*        Gejala klinik
Pada sapi yang terserang penyakit jembrana (JD), Suhu berkisar antara 39°C – 42°C. Pada suhu diatas 40°C dapat berlangsung selama 3 – 5 hari, dan kemudian akan diikuti penurunan suhu, namun pada derajat subnormal sapi akan  mati. Pembengkakan kelenjar limfe sapi yang sakit dapat terjadi diare dengan tinja atau feses lembek, profus sampai tercampur darah. Erosi ringan sampai nekrosis terbatas epitel selaput lendir mulut. Pada sapi betina yang sedang bunting diatas 6 bulan akan mengalami keguguran Gejala keringat darah Perdarahan pada mata Demam, anoreksia, lesu, pernapasan dan detak nadi cepta. Leucopenia disertai dengan leukositosis.
*        Perubahan pasca mati
Gejala sepsis kelenjar limfe superficial prefemoralis dan prescapularis sangat membengkak, bidang sayatan basah dan berdarah dengan warna kelabu kemerahan tua erosi ringan sampai nekrosis superficial epitel selaput lender mulut selaput lender usus ada radang bersifat katar, mucus sampai hemoragis gejala has pada rectum adanya perdarahan berupa garis seperti zebra cross hemoragi dinding empedu, dinding empedu menebal dan isinya mengental pada otak ditemukan hiperemi.
*        Diagnosa
Pengambilan dan pengiriman sample :
ü  bahan pemeriksaan laboratorium : limfa, kelenjar limfe, hati, ginjal, adrenal dan darah .
ü  untuk bahan  isolasi : limfa dan kelenjar limfe dikirim dalam  termos berisi dry ice dan pengiriman dilakukan secepat mungkin.
ü  untuk preparat histopatologik : kelenjar limfe, limfa hati, ginjal, adrenal otak dikirim dalam formalin 10 %
*        Diagnosa laboratorium
Pewarnaan giemza terlihat  intra sitoplasmik bergerombol atau  satu – satu berwarna coklat kehitaman, berbentuk coccoid, diplococcoid atau batang  isolasi dilakukan dengan  penyuntikan intra peritoneal pada mencit atau marmot jantan atau inokulasi telur bertunas secara intra kuning telur atau pada biakan cell pemeriksaan secara histopatologik ditemukan kerusakan endotel dan proliferasi epitel pembuluh darah, perivaskular cuffing pada otak tidak ada pemeriksaan secara virologic diberi antibiotic kemudian disuntikkan pada kantong kuning telur dari telur bertunas berumur 5 – 6 hari atau pada sapi rentan atau pada biakan cell.
*      Pencegahan dan  pengendalian
Pencegahan : pemberian vaksin jembrana, yang disiapkan dari plasma hewan yang ditulari secara buatan. Sementara pengendalian dan pemberantasannya yaitu :
ü  hewan sakit harus benar benar diisolasi.
ü  hewan mati segera dikubur yang dalam.
ü  pemusnahan vector.
ü  penyemprotan dengan pestisida dapat diulang setiap 1 – 2 minggu
Pengobatannya yaitu dengan memberikan antibiotic untuk pencegahan infeksi sekunder.

5.      Antraks
*        Penyebab
Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau  pernafasan. Gejala yang sering ditimbukan oleh penyakit ini :
ü  demam  tinggi, badan  lemah dan gemetar.
ü  gangguan pernafasan.
ü  pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul.
ü  kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina.
ü  kotoran  ternak cair dan sering bercampur darah.
ü  limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
*      Pengendalian dari penyakit ini yaitu : vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.




Bab III
Pembahasan

A.      Jamur Penyebab Abortus Pada Sapi 
Disgenesis reproduksi mencakup kegagalan reproduksi tanpa memandang penyebabnya maupun periode kebuntingan sewaktu terjadi kehilangan konseptus. Kehilangan konseptus yang terjadi sejak pembuahan sel telur sampai diferensiasi embrional (kurang lebih 45 hari) disebut kematian embrional. Kehilangan konseptus yang terjadi selama periode foetal yaitu dari saat diferensiasi sampai kelahiran, dibagi atas abortus dan kelahiran prematur.
Abortus atau keluron adalah kematian fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk. Hampir semua abortus mikotik pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60 - 80 % disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 – 16 % dari semua abortus pada sapi.
Aspergillus terdapat dimana-mana dan umumnya bersifat saprofit. Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah dari laesio lain pada saluran pencernaan. Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan plasentitis, hambatan pemberian makanan pada saluran fetus, kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian.
Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan keempat sampai waktu partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah lahir. Abortus mikotik umumnya ditandai oleh perubahan-perubahan nyata pada selaput fetus, tapi lebih nyata daripada perubahan-perubahan abortus karena brusellosis dan vibriosis. Chorion tebal, oedematus, seperti kulit dan neurotik. Laesio utama terdapat pada plasentoma.
Karunkel dan kotiledon sangat membesar, membengkak, oedematus dan nekrotik. Kotiledon yang nekrotik memperlihatkan suatu pusat yang kelabu suram dikelilingi oleh daerah hemoragika dan bertaut erat dengan khorion yang nekrotik. Di dalam ruang utero khorion umumnya terdapat cairan kemerah-merahan dengan kepingan-kepingan nanah. Jamur menyebar melalui selaput fetus ke dalam cairan foetal. Fetus dapat tampak normal atau, pada 30 % kasus jamur dapat bertumbuh pada kulit dalam bentuk bercak-bercak seperti pada ichtyosis congenital atau ringworm.
Cairan serosa berwarna jerami dapat ditemukan pada jaringan foetal atau rongga tubuhnya. Jamur dapat diisolasi dari isi lambung, dari chorion, atau kotiledon plasenta yang terserang. Penyembuhan pada kasus yang parah cukup lambat dan tertunda atau dapat diikuti oleh kemajiran permanen. Diagnosa dikuatkan oleh pemeriksaan mikroskopik terhadap jamur dari plasenta atau foetus, pemeriksaan histopatologik terhadap jaringan plasental atau foetal dan oleh kultur pada media buatan.

Tabel 1. Kejadian abortus karena infeksius berdasarkan waktu kejadian
Description: Neospora2
Hampir semua abortus karena jamur pada sapi disebabkan oleh dua kelompok jamur. Sekitar 60 - 80 % disebabkan oleh Aspergillus spp dan kebanyakan adalah Aspergillus fumigatus. Jenis Mucorales bertanggung jawab atas keguguran mikotik selebihnya. Kejadian abortus mikotik bervariasi dari 0,5 - 16 % dari semua abortus pada sapi Aspergillus terdapat dimana-mana dan umumnya bersifat saprofit. Jamur memasuki tubuh hewan melalui pernapasan dan makanan. Spora jamur kemudian dibawa ke plasenta melalui aliran darah.
Hasil penularan ini secara gradual menyebabkan plasentitis, hambatan pemberian makanan pada saluran fetus, kematian fetus dan abortus dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kelima sampai ketujuh masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan keempat sampai waktu partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi pada beberapa kasus terjadi kelahiran prematur atau fetus lahir pada waktunya dalam keadaan hidup tapi lemah dan mati segera sesudah lahir.
B.       Neosporosis Dinyatakan Sebagai Penyebab Abortus Pada Sapi-Sapi Perah
Neospora caninum adalah parasit golongan protozoa yang sangat mirip dengan Toxoplasma gondii. Neospora telah ditemukan di seluruh belahan dunia, sering merupakan penyebab  kasus keguguran pada ternak sapi dan  Anjing secara experimental dibuktikan sebagai hospes definitif.  Alur penularan dimulai dari  feses anjing yang mengandung oosit tersporulasi terdapat pada pakan, termakan sapi yang sedang bunting, menyebabkan keguguran, mumifikasi atau cacat lahir dan alur penularan  ini disebut penularan secara eksogenous.
Penularan secara endogenous ( vertikal ) terjadi kelahiran yang sehat tetapi secara persisten terinfeksi Neospora caninum. Abortus akan terjadi  berulang pada kebuntingan berikutnya dan menurun terus ke generasi berikutnya. Hewan yang menjadi hospes antara alami adalah sapi, kerbau dan rusa. Jadi, sudah bukan jamannya lagi memelihara anjing untuk penjaga ternak seperti yang kebanyakan peternak sapi di daerah pegunungan.
Description: Neospora3
Pernyataan ini juga disampaikan oleh drh. Budi Santosa dari Balai Veteriner Bukit Tinggi yang melakukan surveilans aktif untuk melihat sero positif terhadap Neospora caninum pada sapi potong, sapi perah dan kerbau. Surveilans dilakukan di wilayah regional II meliputi Prov. Sumbar, Riau dan Jambi dengan mengambil sample darah sapi dan kerbau yang mempunyai riwayat abortus. Berdasarkan informasi yang disampaikan seroprevalensi di beberapa negara Jerman  49%, Belanda 76%, Spanyol 63%, Swedia 13% , Thailand dan Vietnam 5,5%, Malaysia 9%. Faktor risiko potensial terhadap neosporosis pada sapi ( parameter seropositif ) meliputi: Jumlah sapi pada peternakan, proporsi external replacements, kepadatan anjing, keberadaan anjing pada peternakan, suhu rata-rata di bulan juli.


Tabel 2. Hasil Pengujian sampel berdasar jenis ternak
Description: Neospora4
Abortus dapat menyebabkan kerusakan selaput fetus, endometrium, retensio plasenta dan ketidaksuburan sesudah abortus. Secara ekonomi, abortus merupakan satu masalah besar bagi peternak karena kehilangan fetus dan dapat juga diikuti dengan penyakit pada rahim serta ketidaksuburan untuk waktu yang lama. Apabila abortus disebabkan oleh faktor infeksius, maka hal dapat mengancam kesehatan semua sapi betina di dalam kelompoknya.
Description: Neospora5



Bab IV
Kesimpulan
Penyakit reproduksi pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi petani khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Karena selain merusakkan kehidupan ternak, dan mneghambat perkembanganpopulasi juga dapat menular kepada manusia.
Diantara gangguan reproduksi yang cukup mempengaruhi produktivitas ternak yaitu kemajiran pada ternak betina. Kemajiran ternak betina bisa disebabkan oleh infeksi penyakit ataupun non infeksi seperti gangguan hormon, kelainan bawaan, patologi kelamin dan pakan yang kurang nutrisi.
Kerugian ekonomi akibat serangan penyakit dapat ditekan jika diagnosa, pencegahan, ataupun pengobatan dilakukan sedini mungkin, secara cepat dan tepat agar penyakit tidak menyebar ke ternak lain. Dan keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi ternak.
Kemajiran ternak betina yang disebabkan oleh infeksi-infeksi penyakit yang umum dan sering terjadi di lapangan. Diantaranya penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur yang sering oleh aspergillus fumigatus, virus seperti IBR, bakteri seperti Brucellosis, dan parasit seperti Trichomoniasis.
Pada umumnya pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi kandang yang bagus, vasksinasi, isolasi sedini mungkin jika ada hewan yang terserang infeksi penyakit kemajiran dan pemberian nutrisi yang baik pada hewan yang bunting.


Bab V
Daftar Pustaka
Anonimus. 2008. Penularan Kongenital Penyakit Infectious Bovine Rhino Tracheitis  pada Sapi dan Kerbau di Indonesia http://peternakan.Iitbang. deptan.go.id.

http://animal-health.library4farming.org di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

http://budidaya-di.blogspot.com/2010/02/jamur-penyebab-abortus-pada-sapi.html, di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

http://duniaveteriner.com,  di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

http://en.wikipedia.org/wiki/Mucorales, di dowload jumat 10 Desember 2010 pukul 15.00 wita

Kurniadhi. P. 2003. Teknik pembuatan biakan sel Primer Ginjal Janin Sapi Untuk Menumbuhkan Virus Infectious Bovine Rhinotracheitis. Bogor

Sudarisman, 2003. Penularan Kongenital Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi dan Kerbau di Indonesia. Wartazoa Vol. 17 No. 1 Th. 2007

Sudarisman, 2003. Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi di Lembaga Pembibitan Ternak di Indonesia. Wartazoa Vol. 13 No. 3 Th. 2003.

1 comment:

MasterTernak

Tanah Viqueque/renzina

TANAH VIQUEQUE/RENZINA                Tanah Viqueque/renzina ditemukan diatas batu kapur daerah lembab di Jawa, Nusa tenggara, Sulawesi, M...