SISTEM
PERKAWINAN DAN TEKNIK PERKAWINAN
A. Sistem
perkawinan pada ternak umumnya dikenal dengan dua sistem yaitu :
1.
Pure Breeding (Perkawinan Murni) yaitu
perkawinan antara jantan dan betina yang berasal dari bangsa yang sama. Pure
breeding dibedakan atsa:
·
Inbreeding : perkawinan antara jantan
dan betina yang sama bangsa dan masih berhubungan keluarga (generasi 1-5).
Inbreeding besar kemungkinannya terjadi dalam satu populasi atau kandang yang
sama. Sistem ini tidak dianjurkan pada ternak sapi,kerbau,babi,kambing
,domba,dan kuda.
·
Out breeding : perkawinan antara ternak
jantan dan betina yang sama banga tetapi tidak berhubungan keluarga. Contoh
antara sesama sapi bali,tetapi berbeda asal daerah.
2.
Cross Breeding
Perkawinan
antara jantan dan betina yang berasal dari bangsa yang berbeda. Contoh antara
jantan simmental dnegan betina dari sapi bali.
B. Teknik
Perkawinan
Dikena dua teknik/cara
perkawinan yaitu kawin alam dan kawin buatan (inseminasi buatan) Pada
usaha ternak potong termasuk ternak sapi dan kerbau dengan populasi yang besar
(jumlah ternak banyak) yang dapat mencapai ribuan ekor betina, maka tehnik
perkawinan yang dianjurkan adalah kawin alam. Sedangkan apabila dalam jumlah
yang kecil atau pada pusat-pusat penelitan/percobaan seperti di BIB Singosari
dan Lembang, dapat digunakan tehnik kawin suntik (IB). Alasannya, IB
membutuhkan tenaga inseminator yang terampil, ketepatan waktu IB pada betina
(masa berahi), ketenangan emosional betina (butuh betina yang jinak),
ketersediaan semen yang baik dalam jumlah dan mutu dan ketersediaan fasiltas
pendukung lainnya.
Waktu yang tepat mengawinkan ternak
agar dapat menghasilkan kebuntingan adalah pada saat ternak betina berada dalam
masa berahi, karena pada masa tersebut, akan terjadi pematangan dan pelepasan
sel telur dari ovarium ke tempat pembuahan umumnya (tanduk rahim/cornua uteri). Umur ternak bibit yang baik untuk dikawinkan pertama kali
berbeda-beda untuk setiap jenis ternak, (sapi 18 – 24 bulan, babi, kambing,
domba 7 - 8 bulan, kuda dan kerbau 30 bulan). Namun sebagai indikator umum
adalah pada saat ternak bibit telah mencapai pertumbuhan ukuran tubuh yang
layak (sesuai bangsa/ras/spesies). Jumlah
sapi betina untuk seekor pejantan unggul ± 25 ekor (untuk pejantan muda)
dan 35 – 40 ekor (untuk pejantan dewasa) dalam satu musim kawin (2 – 3 bulan). Musim kawin yang baik dapat ditetapkan
berdasarkan pertimbangan ketersediaan pakan dan atau waktu pemasaran/penjualan
dengan harga yang menguntungkan. Misalnya, permintaan pasar sapi bakalan/bibit
umur 1,5 tahun dengan harga layak pada Bulan Juli – Agustus (saat-saat belanja
dana DIPA), maka diharapkan induk-induk beranak pada 1,5 tahun sebelumnya yaitu
Januari – Februari tahun sebelumnya.
Saat tersebut tepat dengan tersedia pakan cukup agar produksi susu
mencukupi kebutuhan pedet, maka musim kawin diatur/dihitung mundur ± 10 bulan
ke belakang yaitu antara Bulan Februari – April tahun sebelumnya.
buat lebih bagus lagi azi
ReplyDelete